Jumat 07 Apr 2017 15:21 WIB

Tingkat Perceraian di Kota Sukabumi Naik

Rep: riga nurul iman/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Perceraian
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Perceraian

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Angka perceraian di Kota Sukabumi mengalami peningkatan setiap tahunnya. Penyebab terjadinya perceraian terutama akibat faktor ekonomi.

"Perceraian dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,’" ujar Wakil Ketua Pengadilan Agama (PA) Kota Sukabumi Ida Nursaadah kepada wartawan di kantor PA Sukabumi, Jumat (7/4).

Fenomena ini lanjut dia hampir terjadi di semua wilayah Indonesia, termasuk Sukabumi. Untuk di wilayah layanannya, terjadi peningkatan sekitar 10 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pada 2015 kasus perceraian yang ditangani sekitar 600 kasus. Sementara pada 2016 lalu jumlah kasus perceraian meningkat lagi menjadi hampir 700 kasus.

Ida mengungkapkan, penyebab terjadinya perceraian disebabkan sejumlah faktor. "Di Sukabumi yang mendominasi terkait perselisihan karena ekonomi dan perselingkuhan," kata dia.

Menurut Ida, mayoritas warga yang mengajukan perceraian merupakan wanita yang disebut gugat cerai. Rata-rata terang dia mereka memohon perceraian karena suaminya tidak bisa bertanggungjawab secara ekonomi untuk menafkahi keluarga.

Selain itu sambung dia karena adanya pria idaman lain maupun wanita idaman lain. Bila dipersentasekan, maka jumlah gugat cerai mencapai sekitar 75 persen dan sisanya merupakan cerai talak yang diajukan suami.

Pasangan yang mengajukan perceraian kata dia berasal dari berbagai kalangan seperti pegawai negeri sipil (PNS). Ida menuturkan, PA senantiasa mengupayakan adanya mediasi dalam setiap perkara perceraian. Tujuannya, agar pasangan yang berniat untuk bercerai dapat rujuk kembali.

Namun, usaha mediasi tersebut terkadang tidak berhasil karena adanya pasangan yang tetap pada pendiriannya. Selain masalah perceraian ujar Ida, PA juga memberikan perhatian pada pencatatan pernikahan.

Masih ada warga yang belum tercatat pernikahannya di kantor urusan agama. "Kesadaran hukum yang masih kurang dan alasan kendala biaya," ujar Ida.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement