REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Pengadilan Agama Kota Sukabumi menyebutkan meningkatnya kasus perceraian di Kota Sukabumi, Jawa Barat, mayoritas disebabkan faktor ekonomi dan adanya perselingkuhan (orang ketiga) dalam rumah tangga. Kedua hal tersebut membuat istri maupun suami memilih mendaftarkan perceraian ke Pengadilan Agama.
"(Perceraian-Red) Dilakukan apabila dari kedua belah pihak tidak bisa lagi bermusyawarah di tingkat keluarga," ujar panitera Pengadilan Agama Kota Sukabumi Agus Wachyu Abikusna, Kamis (19/1/2023).
Dia menyebut, penanganan perceraian yang dilakukan Pengadilan Agama Kota Sukabumi diperuntukkan bagi warga yang beragama Islam, sementara untuk warga non-Muslim ditangani oleh Pengadilan Negeri. Informasi yang dihimpun dari Pengadilan Agama Kota Sukabumi pada 2022, pihaknya menangani 1.065 perkara perceraian atau naik sekitar dua persen dari 2021 yakni sebanyak 1.029 perkara.
Namun demikian, menurut dia, usulan cerai baik yang didaftarkan suami maupun istri di pengadilan agama tidak selamanya dikabulkan oleh hakim. Tetapi, dilakukan dahulu mediasi antara kedua belah pihak dan bermusyawarah hingga mufakat. Akan tetapi jika pihak penggugat tetap mempertahankan tujuannya dan hubungan rumah tangga sulit dipertahankan maka pengadilan agama akan mengabulkan gugatan tersebut dengan berbagai pertimbangan.
Adapun untuk kasus yang diselesaikan melalui mediasi selama 2022 ada 207 perkara dan 31 perkara atau sekitar 15 persen diantaranya telah berhasil dicabut perkaranya. "Mediasi tidak hanya untuk perkara perceraian tetapi juga untuk perkara lainnya seperti harta bersama dalam sengketa rumah tangga dan hak asuh anak yang diselesaikan dengan jalan musyawarah mufakat," ujarnya.
Agus mengatakan selain masalah ekonomi dan perselingkuhan masih tingginya angka kasus perceraian di Kota Sukabumi juga dikarenakan usia suami maupun istri yang masih sangat muda. Akibatnya, emosi keduanya masih labil sehingga berujung kepada perceraian jika terjadi perselisihan dalam rumah tangga.