REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik KPK Novel Baswedan menjelaskan bahwa anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR sebelum diperiksa di KPK.
"Yang bersangkutan bercerita karena sebulan sebelum pemanggilan sudah merasa mengetahui akan dipanggil dari rekan anggota DPR lain, disuruh beberapa anggota DPR lain dari Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang itu bahkan yang bersangkutan mengaku kalau mengaku bisa dijeblosin," kata Novel dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (30/3).
(Baca: Novel Baswedan: Miryam Terbiasa Terima Uang)
Miryam menjadi saksi bersama dengan tiga orang penyidik KPK yaitu Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan M Irwan Santoso dalam sidang kasus tindak pidana korupsi pengadaan pekerjaan KTP elektronik (KTP-el).
Nama-nama anggota Komisi III itu menurut Novel adalah Ketua Komisi III dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu dan satu orang lagi yang Novel lupa namanya.
(Baca: Novel Baswedan tak Lihat Miryam dalam Kondisi Tertekan)
"Pada saat itu yang disebut adalah Azis Syamsuddin, Desmond Mahesa, Masinton Pasaribu, seingat saya atas nama Sarifuddin Suding, satu lagi saya lupa tapi bu Miryam menyebut partainya dan minta penyidik membuka internet siapa anggota Komisi III dari partai ini lalu dia bilang yang ini orangnya tapi saya lupa namanya," ungkap Novel.
Novel pun mengaku bahwa Miryam yang dalam dakwaan disebut menerima 23 ribu dolar AS itu tidak pernah menerima uang. Di pemeriksa terakhir, lanjutnya, ia memeriksa yang bersangkutan, bahwa terkait uang yang diterima untuk semakin perjelas sikap kooperatif dan kewajiban segera dikembalikan.
"Tapi yang bersangkutan mengatakan 'Kalau dikembalikan habis saya dengan kawan-kawan di DPR'. Tapi saya katakan tidak perlu khawatir menyampaikan kebenaran. Bahkan ada kemungkinan penyidik minta barang atau kepemilikan yang dimiliki kalau tetap tidak mau kembalikan tapi yang bersangkutan mengatakan bukan tidak mau mengembalikan tapi tunggu anggota DPR lain mengembalikan, saya pahami itu khawatir," tambah Novel.