Ahad 26 Mar 2017 19:49 WIB

Penolakan Gereja Santa, FPI Bekasi: Umat Islam Bukan Intoleran

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Karta Raharja Ucu
Unjuk rasa penolakan pembangunan Gereja Santa Clara di Bekasi Utara.
Foto: Republika/Aziza Fanny Larasati
Unjuk rasa penolakan pembangunan Gereja Santa Clara di Bekasi Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Ketua Front Pembela Islam (FPI) cabang Babelan, Bekasi, Aang Khunaifi, menolak dituding sebagai biang keladi kericuhan saat aksi penolakan pembangunan Gereja Santa Clara, Bekasi Utara. Ia menegaskan, umat Islam tidak suka dengan kekerasan. Umat Islam, kata dia, bukan intoleran, bukan berarti umat Islam Bekasi anti-gereja dan anti-Kristen.

"Kita semua bersaudara, persaudaraan sebangsa dan setanah air. Kita hanya meminta agar hukum dijalankan dan undang undang ditegakkan dengan seadil-adilnya," kata dia saat berbincang dengan Republika.co.id, Ahad (26/3).

Ia pun menjelaskan kronologi aksi yang dimulai dari Pesantren At-Taqwa Bekasi Utara menuju kantor Pemerintah Kota Bekasi. “Berawal dari aksi damai umat Islam berbagai macam ormas Islam dan pesantren di Bekasi, kami berangkat ba’da Shalat Jumat. Tiba-tiba ada mobil komando yang memposisikan diri di depan gerbang Gereja Santa Clara. Polisi terprovokasi dengan kata 'maju...maju..' yang kami serukan. Seruan itu dianggap seakan-akan kami ingin memasuki kawasan gereja, padahal tidak," kata dia.

Aang berkata, tiba-tiba ada dentuman gas air mata dari dalam gereja. Setelah itu, mulailah aksi saling lempar dari dalam gereja dan peserta aksi. "Peserta aksi hanya melemparnya dengan botol atau gelas air mineral. Tapi dari kepolisian ada yang melempari dengan batu sehingga banyak melukai peserta aksi. Peserta aksi lebih dari enam orang yang dibawa ke rumah sakit pada waktu itu. Kami tidak tau kalau kepolisian berapa yang terluka," kata dia.

Bahkan, menurut Aang, ada peserta aksi yang ditembak dengan gas air mata dari jarak dekat, sehingga salah satu peserta aksi tersebut mengalami luka parah dan masih dirawat di RS sampai sekarang. "Saat kejadian itu mulai lah terjadi kerusuhan, aparat terus melemparkan gas air mata dan peserta aksi berhamburan keluar untuk menyelamatkan diri," ujar Aang menjelaskan.

Pascakericuhan, peserta aksi pun berkomunikasi dengan kepolisian. Kesepakatan damai pun terjadi. "Dengan syarat kami meminta bantuan kepolisian untuk menyampaikan ke wali kota agar mencabut surat perizinan IMB pembangunan Gereja Santa Clara," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement