REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memastikan tidak akan menghilangkan badan nasional penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (BNP2TKI). Bahkan lembaga ini akan diperkuat kewenangannya.
Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri mengatakan, pemerintah telah menyerahkan daftar invetarisasi masalah (DIM) ke DPR RI. Salah satu yang diajukan adalah adanya lembaga atau badan yang tetap mengatur mengenai penempatan TKI.
"Kelembagaan ini, badan semacam BNP atau apapun namanya itu, badan pelaksana penempatan ini tetap ada," kata Hanif di Istana Negara, Senin (20/3).
Badan pengawas ini sangat penting untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat yang sedang dan akan menjadi TKI. Jika badan ini hilang, maka bisa jadi penempatan dan perlindungan pemerintah untuk para TKI semakin sulit dilakukan.
Namun, dalam badan ini kemungkinan tidak akan ada dewan pengawas. Keberadaan dewan pengawas dirasa justru membuat badan ini akan lebih rumit dalam mengambil keputusan.
Hanif menjelaskan, dalam revisi UU ini pemerintah berharap agar semua hal teknis tidak dimasukan. Artinya, UU perlindungan tenaga kerja ini hanya mengatur hal umum. Sementara hal-hal teknis lebih diberikan kepada kementerian/lembaga (K/L) terkait sehingga bisa lebih fleksibel.
Fleksibilitas ini diperlukan karena kerjasama penempatan TKI dengan negara lain kerap tidak sama. Terdapat negara yang menganut sistem demokrasi, tapi ada juga yang sangat otoriter. Jika semuanya diatur dalam UU maka akan sulit dan membutuhkan waktu lama ketika terdapat izin atau lain hal yang tidak sesuai antara Indonesia dan negara penerima TKI.
"Kalau yang mengatur pemerintah kan ini gampang. Tinggal menyesuaikan, sehingga ini menjadi lebih mudah bagi pemerintah melihat dinamika perkembangan migrasi," ujarnya.