Senin 23 Dec 2024 14:03 WIB

PPN 12 Persen, Waketum PKB: Jangan Dimanfaatkan Serang Prabowo

Faktanya, Presiden Prabowo berada dalam posisi harus melaksanakan undang-undang.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
 Wakil Ketua Komisi XI DPR RI M Hanif Dhakiri di Kantor Wapres, Jakarta Pusat, Senin (8/7).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI M Hanif Dhakiri di Kantor Wapres, Jakarta Pusat, Senin (8/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi XI DPR RI M Hanif Dhakiri mewanti-wanti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen berpotensi digunakan pihak tertentu untuk menyerang Presiden Prabowo Subianto. Hanif mengingatkan kenaikan itu bukan atas inisiasi Prabowo. 

Hanif menegaskan rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 adalah amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). UU HPP telah disahkan pada 7 Oktober 2021 oleh pemerintahan dan DPR periode 2019-2024.

Baca Juga

"Jangan ada yang memanfaatkan isu PPN 12 persen ini sebagai alat menyerang Presiden Prabowo," kata Hanif dalam keterangannya di Jakarta pada Senin (23/12/2024). 

Wakil ketua umum DPP PKB tersebut malah menilai, Presiden Prabowo yang kini harus menjalankan aturan tersebut memutuskan membatasi kenaikan tarif 12 persen hanya berlaku untuk barang-barang mewah. Hanif berharap kebijakan tersebut tidak membebani kebutuhan pokok masyarakat.

"Presiden Prabowo menunjukkan kepedulian yang nyata terhadap rakyat dengan memastikan kebijakan ini tidak menekan daya beli masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah," ujar Hanif.

Mantan menaker tersebut meminta semua pihak yang telah menyetujui UU HPP untuk konsisten dalam memberikan informasi serta penjelasan kepada masyarakat. Hanif menyinggung partai-partai di DPR yang sebelumnya telah menyetujui UU HPP, termasuk PDIP. 

"Faktanya, Presiden Prabowo berada dalam posisi harus melaksanakan undang-undang yang diwarisi dari pemerintahan sebelumnya," ujar Hanif.

Selain itu, Hanif memberikan catatan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar berhati-hati dalam merumuskan kategori barang-barang mewah yang dikenakan PPN 12 persen. Menurut dia, definisi barang mewah harus dibuat dengan sangat cermat dan tepat agar tidak menyasar masyarakat menengah ke bawah.

"Daya beli masyarakat harus tetap menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan kebijakan ini. Itu juga yang saya yakin jadi perhatian presiden," ujar Hanif.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement