Sabtu 18 Mar 2017 23:02 WIB

Bupati Malang: PNS Kurang, Guru Honorer Digaji tak Manusiawi

Red: Nur Aini
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemerintah Kabupaten Malang saat ini masih kekurangan sekitar 5.000 orang aparatur sipil negara (ASN) atau PNS yang tersebar di hampir semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan pemkab setempat. Bupati Malang Dr Rendra Kresna mengemukakan kekurangan ASN tersebut sebagian besar di kalangan pendidik.

"Agar proses kegiatan belajar mengajar tetap berjalan, mau tidak mau banyak sekolah, khususnya SD yang mengangkat tenaga guru tidak tetap (GTT) atau honorer dengan gaji yang tidak manusiawi," kata Rendra di Malang, Jawa Timur, Sabtu (18/3).

Ia mengatakan jumlah SD di Kabupaten Malang sebanyak 1.500 lebih dan setiap sekolah hanya memiliki 2-3 guru ASN, selebihnya diisi oleh GTT yang direkrut masing-masing sekolah berdasarkan kebutuhan. Menurut Rendra, gaji atau honor GTT rata-rata hanya sebesar Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu per bulan, jauh dari upah minimum kota/kabupaten (UMK) yang mencapai Rp 2,7 juta per bulan. Padahal, beban kerja GTT hampir sama dengan guru berstatus ASN.

Rendra mengatakan yang perlu diketahui pemerintah pusat, jumlah ASN di seluruh Indonesia yang mencapai sekitar enam juta itu dianggap terlalu "gemuk", namun bagaimana dengan kondisi di daerah, terutama di Kabupaten Malang. Di Kabupaten Malang, katanya, satu ASN (PNS) melayani sekitar 400 orang. Rasio itu semakin tidak ideal setelah dalam lima tahun terakhir ini tidak ada rekrutmen CPNS, padahal ASN yang pensiun di Kabupaten Malang rata-rata mencapai 400 hingga 500 orang per tahun.

Selain kekurangan tenaga guru di SD, ujarnya, akibat kekurangan ASN ini, banyak kepala seksi (kasi) di lingkup SKPD yang tidak memiliki anak buah (staf), bahkan banyak jabatan sekretaris desaa (sekdes) yang tidak terisi, apalagi sekarang tidak ada lagi ASN yang diangkat dari lulusan SMA. Padahal, ujarnya, kebutuhan ASN dari lulusan ASN (golongan II) masih cukup banyak, contohnya juru pengatur air di jaringan irigasi, juru bersih-bersih (office boy), atau tenaga lain yang tidak perlu ijazah sarjana. Sebelumnya jumlah ASN di Kabupaten malang mencapai sekitar 22 ribu, sekarang hanya tinggal 16 ribu ASN.

Hanya saja, kata Rendra, berkurangnya jumlah ASN tersebut juga berdampak positif pada anggaran, terutama dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat. DAU Kabupaten Malang yang mencapai Rp 16 triliun, sekitar Rp 1,2 triliun diantaranya untuk gaji pegawai. "Untungnya sumber pendapatan atau pemasukan dari berbagai sumber cukup besar, sehingga komposisi APBD menjadi lebih sedikit lega, yakni sebesar Rp 3,6 triliun," ujarnya.

Oleh karena itu, kata Rendra, saat ini perlu ada penelitian dan analisa terkait keberadaan dan kebutuhan ASN di setiap daerah. "Pemerintah pusat jangan 'gebyah uyah' (dianggap sama semua), bahwa jumlah ASN sekarang ini terlalu gemuk, padahal setiap daerah kondisi dan kebutuhannya tidak sama. Saya berharap Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan penelitian tentang masalah ASN ini," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement