REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan bertemu dengan pimpinan Gerakan Pemuda (GP) Ansor di Ruang Ketua MPR, Komplek Parlemen Senayan, Kamis (16/3). Dalam pertemuan ini hadir Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil Coumas, Sekjen Adung Abdul Rahman dan perwakilan pimpinan GP Ansor.
Dalam pertemuan itu, Zukifli menyinggung perkembangan terkini memanasnya hubungan masyarakat, khusunya akibat Pilkada DKI Jakarta. Zulkifli menegaskan, dari 101 Pilkada serentak, 100 Pilkada berjalan biasa saja, hanya satu Pilkada yang ramai menjadi persoalan. Artinya, satu Pilkada inilah sumber masalahnya.
Ia menilai masalahnya adalah pertarungan politik yang menyeret agama ke dalamnya. Bahkan, ketika ada pihak-pihak yang menyatakan menolak menshalatkan jenazah karena perbedaan pilihan politik. Dalam perkembangannya, kata dia, yang disalahkan umat Islam yang dituduh intoleran.
"Ini masalah persoalan gubernur DKI, sehingga ada aturan pun diterabas, ini bukan karena anti atau pro Ahok. Jangan menyalahkan satu pihak. Saya menyampaikan ini bukan karena saya radikal," ujar Zulkifli.
Menanggapi hal itu, Ketua GP Ansor, Yaqut Cholil Coumas menyampaikan, masukan itu akan menjadi rujukan GP Ansor ke depan dalam menghadapi banyak persoalan kebangsaan. Kalau sekarang sumber keresahan di masyarakat dan media sosial adalah soal Pilkada DKI, menurutnya harus dilihat apa yang menjadi sumber masalah.
YAqut mengatakan, kalau yang jadi masalah adalah intoleransi dari kaum Muslim, kenyataannya pendukung nomor 2, Ahok-Djarot, juga banyak dari umat Islam. "Tapi tidak ada atau sangat sedikit dari non-Muslim yang mendukung pasangan nomor 3, itu yang digambarkan Ketua MPR kalau dikatakan umat Islam dianggap intoleran," kata pria yang akrab disapa Gus Yaqut ini.
Persoalan yang katanya intoleransi di Jakarta, kata dia, murni persoalan politik. Tapi seolah-olah ada pihak yang ingin menggiring persoalan di DKI ini menjadi persoalan intoleransi. Ia menyadari memang ada masalah-masalah seperti soal spanduk penolakan penshalatkan jenazah karena berbeda pilihan politik. "Itu harus dihentikan, tidak boleh saling menyalahkan dan mengafirkan," ujar Gus Yaqut.