Kamis 09 Mar 2017 17:44 WIB

Pengamat: KPK Harus Bongkar Kasus KTP-El Sampai Tuntas

Terdakwa mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto menjalani sidang perdana kasus dugaan Korups
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Terdakwa mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto menjalani sidang perdana kasus dugaan Korups

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Miko Ginting menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus membongkar kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP elektronik (KTP-E) tahun anggaran 2011-2012 setuntas-tuntasnya.

"Dakwaan yang dibacakan oleh Penuntut Umum KPK hari ini berhasil menunjukkan gambaran besarnya penyalahgunaan dalam proyek KTP-E. Nama-nama yang turut disebutkan semakin memperkuat kesan bahwa kasus ini tidak mungkin melibatkan satu-dua orang saja," kata Miko dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (9/3).

Patut diduga, kata dia, bahwa korupsi dalam kasus ini dilakukan secara sistemik dan masif sehingga KPK tidak boleh berhenti hanya pada Irman dan Sugiharto terdakwa pada kasus KTP-E hingga saat ini.

"KPK harus mengusut tuntas kasus ini dengan menjerat semua aktor dan jaringan yang terlibat hingga membongkar modus yang dilakukan dalam mega korupsi ini setuntas-tuntasnya," tuturnya.

Menurut dia, pengembalian kerugian negara sama sekali tidak menghilangkan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana dari aktor yang terlibat. Ia menilai tindakan beberapa pihak mengembalikan uang kepada KPK tidak dapat dijadikan sebagai obat penghilang kesalahan dan penghalang bagi KPK dalam mengusut tuntas kasus ini.

"KPK tetap harus membongkar kasus ini dan menjerat semua pihak yang terlibat setuntas-tuntasnya ada atau tanpa tindakan pengembalian kerugian negara," ujarnya.

Selain itu, kata dia, pengungkapan kasus ini sangat bergantung salah satunya pada keberadaan saksi. Untuk itu, menurut Miko, mekanisme proteksi terhadap saksi-saksi kunci, "whistleblower" maupun "justice collaborator" dalam kasus ini harus dilakukan secara optimal.

"Dengan demikian, kerja sama KPK dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menjadi penting," kata Miko.

Ia juga menyatakan dengan karakteristik kasus yang demikian besar, potensi pelemahan terhadap KPK juga akan terbuka lebar. "Seperti saat ini, di mana sulit untuk tidak mengaitkan sosialisasi revisi RUU KPK dengan proses pengungkapan kasus KTP-E ini. Upaya untuk merevisi UU KPK tidak akan menjadi kenyataan apabila tidak disepakati oleh Presiden dan DPR," ujarnya.

Oleh karena itu, kata dia, sepanjang Presiden tidak memberi persetujuan untuk melakukan pembahasan, Undang-Undang KPK tidak akan direvisi. Ia pun menegaskan fokus harus tetap dipusatkan pada pengungkapan kasus KTP-E yang dapat diduga sebagai mega korupsi yang terstruktur dan masif sehingga upaya memecah konsentrasi dan perlawanan balik berupa pelemahan terhadap KPK harus dilawan.

"Publik pastinya berharap kasus KTP-E ini dapat dibongkar dengan terang-benderang. Sekaligus dengan jaminan dukungan terhadap KPK dari semua upaya pelemahan dan serangan balik," ucap Miko.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement