REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur sepakat bahwa ketiga terdakwa kasus penodaan agama dan makar yang merupakan mantan petinggi Gafatar, Ahmad Musadeq, Mahful Muis Tumanurung dan Andry Cahya, tidak bersalah dalam kasus makar. Pasalnya, dari seluruh saksi dan terdakwa, tidak ada yang berbicara tentang menggulingkan pemerintah.
"Hanya bicara organisasi. Atas fakta tersebut tidak bisa disebut sebagai kejahatan makar," kata Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Timur Muhamad Sirad dalam agenda sidang pembacaan putusan di PN Jaktim, Selasa (7/3).
Kendati demikian, ketiganya terbukti bersalah dalam kasus penodaan agama sebagaimana diatur dalam Pasal 156a huruf a KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Atas putusan tersebut, majelis hakim menjatuhkan vonis penjara lima tahun dipotong masa tahanan kepada Ahmad Musadeq alias Abdussalam dan Mahful Muis Tumanurung. Sementara Andry Cahya dijatuhi vonis tiga tahun penjara dipotong masa tahanan.
Vonis hukuman ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Jaksa menuntut Ahmad Musadeq dan Mahful Muis dengan hukuman 12 tahun penjara atas kasus penodaan agama dan makar. Sementara Andry Cahya yang merupakan putra Musadeq dituntut 10 tahun penjara.
Sidang yang dilangsungkan sejak pukul 14.00 hingga pukul 15.30 WIB itu terbuka untuk umum dan dipimpin oleh M Sirad, dibantu dua hakim anggota Arumningsih dan Hermawansyah. Dalam kasus ini, Ahmad Musadeq berperan sebagai guru spiritual ormas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dan Negeri Karunia Tuhan Semesta Alam Nusantara. Andry Cahya sebagai Presiden Negeri Karunia Tuhan Semesta Alam Nusantara. Sementara Mahful sebagai wakil presidennya.