REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo menyinggung demokrasi di Indonesia saat ini yang cenderung kebablasan. Menurutnya pula, kondisi semacam itu membuka peluang terjadinya praktik artikulasi yang ekstrem seperti liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme dan terorime.
Kondisi tersebut juga diakui oleh tokoh nasional yang juga merupakan Ketua Presidium KAHMI Mahfud MD, bahwa kecederungan demokrasi memang telah melampaui batas kewajaran tertentu. "Ya memang cenderung kebablasan, terutama dalam menyatakan pendapat," ujar Mahfud saat dihubungi pada Rabu (22/2).
Namun menurutnya, demokrasi yang cenderung kebablasan tersebut terjadi bukan tanpa sebab, yakni karena tidak adanya penegakan hukum yang benar. Karena ia menilai, tidak ada demokrasi yang sukses tanpa disertai penegakan hukum yang benar.
"Sebenarnya kunci itu semua adalah nomokrasi atau penegakan hukum. Jadi dimana-mana itu demokrasi itu jika tidak disertai penegakan hukum yg benar itu akan menjadi anarki. Kan ada dalilnya demokrasi itu tanpa hukum itu anarki," ujar Mahfud.
Karenanya, jika saat ini yang terjadi demokrasi cenderung kebablasan itu artinya perlu pembenahan dalam penegakan hukum saat ini. Karena penegakan hukum yang dimaksud adalah penegakan hukum yang benar dan obyektif
"Penegakan hukum itu jangan atau tidak boleh hanya kepada lawan politik, penegakan hukum itu juga kepada temen sendiri dan lawan politik juga. Itulah penegakan hukum," kata mantan Ketua MK tersebut.
Ia pun tidak membantah jika penegakan hukum di Indonesia saat ini tidak memenuhi unsur tersebut, sehingga membuat demokrasi di Indonesia cenderung kebablasan.
"Karena hukumnya tidak ditegaskan dengan benar, orang masih bisa jual beli hukum kok sekarang, orang masih berpikir kalau tidak punya kekuasaan tidak punya akses ke hukum sekarang, kan gitu. Bisa beli hukum di pengadilan, bisa beli hukum di parlemen, makanua bahaya," ujarnya.
Karenanya, ia menyambut baik pernyataan Presiden untuk segera membenahi persoalan penegakan hukum di Indonesia saat ini. Ia mengingatkan Pemerintah, agar dalam pembenahan penegakan hukum tidak bersifat elitis semata.
Hal itu menurutnya juga telah diutarakan sejumlah tokoh yang tergabung dalam kelompok alumni Cipayung saat bertemu Presiden Jokowi pada awal pekan ini.
"Saya sampaikan kuncinya itu penegakan hukum yang responsif, tidak pandang bulu, bukan elitis," ungkapnya.