REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman mengaku vonis 4,5 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim kepadanya tergolong berat. Selain hukuman penjara, majelis hakim juga memvonis pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun.
"Yang pertama tentu pertama terima kasih persidangan ini berjalan lancar, putusan ini tentu berat untuk saya," kata Irman seusai menjalani sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (20/2).
Irman divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokoknya karena dinilai terbukti menerima Rp100 juta dari pemilik CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan Memi.
"Tapi yang penting bagaimana kita mendefinisikan persoalan korupsi ini dengan baik karena ini menyangkut soal kultur, perlu pendidikan yang baik," ujarnya.
Irman juga mengucapkan permintaan maaf terhadap kasusnya tersebut. Ia pun berharap kasus yang menimpa dirinya bisa menjadi pembelajaran. "Setiap manusia itu kan tidak mungkin tidak ada yang salah, bagaimana kita ke depannya lebih baik lagi dan saat ini saya juga mohon maaf kalau ada yang salah dan mudah-mudahan semuanya bisa menjadi pembelajaran bagi saya," jelasnya.
Terkait pencabutan hak politik, Irman mengaku menghormati putusan hakim tersebut. Irman pun masih butuh 7 hari untuk berpikir sebelum menyatakan menerima atau mengajukan banding terhadap putusan itu.
Sedangkan penasihat hukum Irman, Maqdir Ismail menilai bahwa vonis yang diterima kliennya sudah tergolong rendah dilihat dari ancaman terendah dakwaan alternatif pertama yaitu pasal 12 huruf b No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor.
"Meskipun menurut saya hukuman ini adalah hukuman yang perlu dipikirkan kita lihat ke depan seperti apa karena ancaman hukuman pasal 12 b minimal 4 tahun sampai 20 tahun dan kalau dilihat dari ancaman terendahnya sudah cukup rendah," ungkap Maqdir.
Namun Maqdir tidak setuju dengan pencabutan hak politik yang diputuskan oleh hakim.
"Pencabutan hak politik ini hakim sudah memutuskan, meskipun dalam pembelaan kami tidak setuju dengan pencabutan hak politik, sebab dari ketentuan UU itu hak yang bisa dicabut itu adalah hak-hak tertentu yang bisa diberikan pemerintah dan hak politik itu bukan hak yang bisa diberikan pemerintah. Itu prinsip dasarnya," tegasnya.
Irman terbukti menerima Rp100 juta dari pemilik CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan Memi karena mengupayakan perusahaan tersebut mendapatkan 1.000 ton jatah gula impor dari Divisi Regional (Divre) Sumatera Barat (Sumbar) dengan menelepon Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti.
Terkait perkara ini, Xaveriandy Sutanto divonis 3 tahun penjara sedangkan istrinya Memi 2,5 tahun penjara, masing-masing ditambah denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan. Keduanya sedang menjalani hukuman di rutan Padang.