REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, Kapitra Ampera, mengatakan dana Aksi Bela Islam telah diaudit internal. Sumbangan masyarakat yang masuk ke rekening Yayasan Keadilan untuk Semua dikelola oleh GNPF sepenuhnya untuk kepentingan umat.
"Polisi tidak bisa memberikan sangkaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," ujarnya, Jumat (17/2) malam.
Mengenai dana sebesar Rp 600 juta yang disebut-sebut penyidik, Kapitra menjelaskan dana itu digunakan untuk beberapa kepentingan. Salah satunya, pemberian santunan untuk korban Aksi Bela Islam jilid dua pada 4 November 2016 lalu. "Selebihnya, GNPF salurkan untuk kegiatan lain," ungkap Kapitra.
Sebelumnya, Ketua GNPF MUI Bachtiar Nasir telah menjelaskan dana sumbangan masyarakat juga disalurkan sebesar Rp 500 juta ke Aceh sesaat setelah bencana gempa melanda Serambi Makkah tersebut. Lantas, Rp 200 juta lainnya disumbangkan untuk korban bencana alam di Sumbawa. "Jadi dananya untuk umat lagi," ujarnya, Jumat (10/2).
Sementara itu, polisi mempersoalkan dua rekening yang disebarkan GNPF ke masyarakat saat menghimpun dana Aksi Bela Islam. Setelah beberapa waktu, GNPF membagikan nomor rekening baru, masih atas nama Yayasan Keadilan Untuk Semua. "Bachtiar Nasir mengalihkan, menutup rekening, dan memberikan sebagian dana ke rekening yang dibuka Habib Novel dengan (atas nama) rekening yayasan. Namun, (hanya) sebagian yang diserahkan seutuhnya. Di sinilah peran IA untuk melakukan pengambilan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul, Jumat (17/2).
Martinus memaparkan penyidik ingin mengetahui mekanisme pengambilan uang dari rekening yayasan dan mekanisme pengalihan dana tersebut. Atas dasar itulah penyidik menyangkakan juga dengan UU yayasan dan perbankan. "Yang patut diduga dalam kasus ini adalah ada peran tersangka IA dalam membantu atau mengalihkan sebagian dana-dana itu," kata dia.