Jumat 10 Feb 2017 16:53 WIB

Mendagri tak Ingin Gegabah Putuskan Status Ahok

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Tjahjo Kumolo
Foto: Republika/ Wihdan
Tjahjo Kumolo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya segera menyampaikan keputusan terkait status Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kepada Presiden Joko Widodo. Pihaknya menyatakan tidak ingin gegabah terkait penetapan status Ahok yang terkait posisinya sebagai terdakwa kasus penistaan agama.

"Kami akan mempertanggungjawabkan kepada Presiden mengenai keputusan status gubernur Ahok, sesuai dengan aturan yang berlaku," ujar Tjahjo di Jakarta, Jumat (10/2).

Tjahjo tidak ingin gegabah dalam memutuskan status tersebut. Menurut Tjahjo, pihaknya tetap menganut asas praduga tak bersalah. "Kecuali yang bersangkutan terjaring operasi tangkap tangan (OTT) atau menjadi terdakwa yang ditahan, asas praduga tak bersalah tetap dikedepankan," katanya.

(Baca: Mendagri Pastikan Ahok Kembali Jadi Gubernur, Ini Alasannya)

Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto mengatakan, pihaknya tetap menanti dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) atas kasus penistaan agama yang saat ini masih terus berlangsung. Kemendagri masih mengacu kepada pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Pasal tersebut menyatakan kepala daerah atau wakil kepala daerah dapat diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD, karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana  yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Meski demikian, lanjut Widodo, saat ini Ahok sendiri sudah berstatus sebagai terdakwa dengan dakwaan dua pasal di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni pasal 156 atau pasal 156a. Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun sedangkan pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.

Karena itu, Kemendagri masih menunggu kepastian pasal mana yang akan digunakan jaksa dalam tuntutan. "Kami tidak mau gegabah mengeluarkan keputusan pemberhentian sementara pak Ahok, karena bisa saja ada tuntutan balik," ujarnya.

Widodo menambahkan, pemberhentian gubernur pun harus melalui serangkaian mekanisme. Mekanise yang dimaksud yakni setelah ada laporan dari Kemendagri kepada Presiden, akan ada SK pemberhentian dari Presiden.

"Jika belum ada kepastian tuntutan lamanya ancaman penjara kepada Ahok hingga tanggal 11 Februari 2017 yang merupakan masa akhir cuti Kampanye selaku petahana, maka Kemendagri tidak mengusulkan pemberhentian sementara Ahok sebagai gubernur DKI," katanya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement