REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah anggota DPD RI melakukan ikhtiar bersama melaksanakan pengajian yang dinamai Pengajian Senator Muslim. Seri pertama pengajian tersebut digelar Senin (6/2) mulai pukul 16.00 WIB hingga 18.00 WIB di ruang GBHN Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Pengajian Senator Muslim ini dihadiri Ketua DPD Muhammad Saleh, Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad, sejumlah senator Muslim dan staf ahli dari berbagai bidang. Sebagai penanggungjawab pengajian seri pertama ini adalah Dailami Firdaus, senator asal DKI Jakarta. "Kegiatan pengajian selepas kerja seperti ini baru pertama kali diadakan sejak DPD RI ada," ujarnya, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (7/2).
Pegajian Senator Muslim yang pertama kalinya diisi ceramah oleh Khoiron M Arif dari MUI Pusat. Direktur Lembaga Pengkajian Islam Universitas Islam As-Syafiiyah Jakarta ini memaparkan tema 'Islam dan Politik' dalam ceramahnya.
Ceramah dan dialog dalam pengajian ini dipandu senator asal Sulsel, AM Iqbal Parewangi. Iqbal mengatakan, inisiatif pengajian rutin ini muncul dari sejumlah senator Muslim. "Tujuannya untuk mengoptimalkan peran institusional DPD RI dan peran personal senator Muslim bagi kemaslahatan daerah, bangsa dan umat," kata Iqbal.
Sejumlah senator pun menanggapi isi ceramah yang disampaikan Khoirun M Arif. Di antaranya Habib Ali Alwi Al-Husainy, senator asal Banten yang menyoroti hubungan Pancasila dengan Islam. Begitu pula senator asal Sumut, Damayanti Lubis, Aji Muhammad Mirza Wardana senator asal Kaltim, Emma Yohanna senator asal Sumbar, dan Lalu Suhaimi Ismi senator dari NTB.
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua DPD RI, Farouk Muhammad, menguraikan sejumlah akar masalah kekinian Indonesia yang harus mendapat perhatian serius. Dia menyebutkan, merebaknya kegalauan terhadap kondisi disharmonis dan mengarah pada disintegrasi bangsa, itu bersumber dari kasus pelanggaran hukum penistaan al-Maidah 51.
"Kasus itu bukannya direspons dengan penegakan hukum secara berkeadilan, profesional dan bertanggungjawab, tetapi sebaliknya, Aksi Bela Islam yang jelas-jelas dan menegaskan pro-NKRI justru dikondisikan seolah sebagai gerakan intoleran, anti-kebhinnekaan, anti-Pancasila, dan mengancam NKRI," katanya.
Tidak cukup di situ saja, Farouk mengatakan juga muncul penghinaan terhadap simbol-simbol Islam. Seperti dilakukan terdakwa penista agama Ahok terhadap Ketua Umum MUI Pusat, pendataan ulama dan da'i, serta show of force pihak kepolisian terhadap sejumlah pesantren. Akibatnya kondisi sosial mengindikasikan adanya konflik vertikal sekaligus konflik horisontal.
"Karena itu, sudah semestinya Senator Muslim terpanggil untuk menjaga nama baik Islam beserta simbol-simbolnya, dan itu sekaligus bermakna menjaga keutuhan NKRI," kata Farouk.
Ketua DPD RI, Muhammad Saleh menegaskan pentingnya terbangun kesadaran untuk mengoptimalkan peran strategis umat Islam bagi kejayaan Indonesia. Dia pun mengapresiasi munculnya inisiatif melaksanakan Pengajian Senator Muslim. "Kegiatan ini perlu rutin dilaksanakan dan terus dibesarkan," ucap dia.