REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menghadirkan satu saksi tambahan dalam sidang lanjutan kesembilan yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementrian Pertanian, Jalan Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (7/2).
Saksi tambahannya adalah ahli laboratorium kriminal Mabes Polri, AKBP Muhammad Nul Al-Azhar. Sehingga saksi yang dihadirkan oleh JPU ada empat orang saksi.
"Diinformasikan ke saya tambah satu (saksi) ahli atas nama Prof Nuh. Beliau ahli laboratorium kriminalistik," ungkap Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Hasoloan Sianturi di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (7/2).
Adapun tiga saksi lainnya terdiri dari dua saksi fakta yakni nelayan dari Kepulauan Seribu yang hadir pada tanggal 27 September saat (Ahok) sosialisasi dan satu saksi merupakan anggota Komisi Fatwa MUI dan Dosen UIN Syarif Hidayatullah.
Dua nelayan itu adalah Jaenudin alias Panel dan Sahbudin alias Deni. Mereka merupakan nelayan yang menghadiri acara sosialisasi budidaya ikan kerapu di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pulau Pramuka tempat Ahok diduga melakukan penodaan agama. Seharusnya, keduanya bersaksi pada persidangan Selasa pekan lalu. Hanya saja, mereka tak datang.
Sementara satu saksi lainnya adalah anggota Komisi Fatwa MUI dan Dosen UIN Syarif Hidayatullah adalah Hamdan Rasyid. Pada sidang kedelapan, JPU juga memanggil seorang saksi dari MUI, yakni, Ketum MUI, KH Ma'ruf Amin. Sehingga, ini merupakan kedua kalinya jaksa menghadirkan pihak MUI sebagai saksinya M Nuh Puslabfor Polri
Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena mengutip surat Al-Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. JPU mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.