REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advocat Cinta Tanah Air (ACTA) mengeluarkan testimoni di kantor Sekretaris MUI Jakarta Pusat. Testimoni ini sebagai bentuk dukungan terhadap KH Ma'aruf Amin, sekaligus membantah klarifikasi kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama yang tidak sesuai di dengan fakta persidangan.
"Saat ini tim pengacara saudara Basuki T Purnama atau Bapak Ahok itu membuat opini publik yang tidak sesuai dengan fakta di persidangan," kata Sekretariat Jendral ACTA Yustian Dewi Widiastuti kepada wartawan di lantai empat gedung Sekretariat MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (6/2).
Yustian mengatakan, usaha yang dilakukan tim kuasa hukum Ahok dalam mencari kebenaran materiil lewat bertanya terhadap saksi KH Ma'ruf Amin di persidangan lanjutan Ahok sangat dihormati. "Akan tetapi ada hal-hal yang seharusnya atau sewajarnya tidak boleh dilakukan oleh seorang pengacara dalam suatu persidangan," ujarnya.
Jadi, kata dia, apa bila kuasa hukum Ahok ingin menyampaikan suatu kebenaran materiil dalam suatu peristiwa hukum tidak selayaknya melanggar peraturan hukum yang berlaku. "Untuk itu kami sampaikan bahwa kami akan mealakukan testimonin kepada teman kami yang ada dalam persidangan," katanya.
Berikut testmoni ACTA yang disampaikan di hadadapan Ketua MUI KH Maruf Amin:
Pertama, bahwa pada saat kesaksian KH Ma’ruf Amin benar Penasehat Hukum Terdakwa Ahok, Humprey Djemat menyampaikan kalimat yang menurut kami menyudutkan KH Ma‘ruf Amin (Ketua Umum MUI) terkait adanya telepon dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Kamis tanggal 6 Oktober 2016 pukul 10.16. Djemat bertanya sampai tiga kali yang dijawab oleh saksi “tidak ada". Dan selanjutnya, Sdr Humprey Djemat mengatakan “kami mau menyatakan bahwa saksi ini memberikan keterangan palsu", dan meminta kepada majelis hakim agar saksi diproses sebagaimana mestinya.
Yang kedua, pada saat memberikan tanggapan atas keterangan saksi KH Ma'ruf Amin, terdakwa Ahok menyampaikan kalimat yang bernada ancaman dengan kalimat “kami akan proses secara hukum saudara saksi". Karena kalimat tersebut disampaikan pada sesi keberatan terdakwa terhadap kesaksian KH Ma'ruf Amin, maka jelas kalimat bernada ancaman tersebut ditujukan kepada KH Ma’ruf Amin, dan bukan pada saksi-saksi sebelumnya. Fakta ini berbeda dengan klarilikasi Ahok tangal 1 Februari 2017 (poin 1) yang menyatakan tidak akan dan tidak mungkin melaporkan KH Ma’ruf Amin.
Ketiga, ada sekelompok pengunjung berbaju kotak-kotak yang bertepuk tangan setelah Penasehat Hukum Ahok menyampaikan kalimat yang bernada ancaman terhadap KH Ma’ruf Amin tersebut. Kesan yang kami tangkap, mereka bergembira atas kejadian yang menimpa KH Ma'ruf Amin.
Kempat, hampir semua Penasehat Hukum Ahok menanyakan pertanyaan yang hampir sama dan berulang-ulang serta sudah dijawab dengan tegas oleh KH Ma’ruf Amin sampai dua kali. Ada indikasi dan diduga merencanakan untuk mengulur waktu sehingga sidang berjalan sangat lama dan sangat menguras energi KH Ma'ruf Amin sebagai saksi.
Yang Kelima, para Penasehat Hukum dan Terdakwa Ahok mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara tidak santun dan tidak menghormati KH Ma’ruf Amin sebagai ketua umum MUI, ulama besar yang juga sebagai orang tua dan sangat disegani oleh kalangan umat Islam di republik ini.
Keenam, kami meminta kepada Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Agung (MA), dan Organsisasi Advokat untuk dapat menjalankan fungsi pengawasan mereka pada persidangan yang akan datang, agar kejadian yang menimpa KH Ma'ruf Amin tidak terulang lagi pada saksi-saksi yang lain.