Jumat 03 Feb 2017 20:35 WIB

Kadis PU Papua Jadi Tersangka Kasus Korupsi Jalan Kemiri-Depapre

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andi Nur Aminah
Jubir KPK Febri Hendri
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Jubir KPK Febri Hendri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi Papua Mikael Kambuaya (MK) sebagai tersangka kasus korupsi dalam pengadaan pekerjaan peningkatan ruas jalan Kemiri-Depapre di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan nilai proyek yang bersumber dari APBD Perubahan 2015 itu sebesar Rp 89,5 miliar.

Indikasi kerugian keuangan negaranya, lanjut dia, sebesar Rp 42 miliar. Perusahaan swasta sebagai pemenang lelang proyek tersebut yaitu Bintuni Energy Persada (BEP). "Perusahaan pemenang proyek adalah BEP, yang berkantor pusat di Jakarta," kata dia di kantor KPK, Jumat (3/2).

Febri melanjutkan, tersangka Mikael merupakan pengguna anggaran dalam proyek jalan tersebut. Mikael, diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangannya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau sebuah korporasi terkait proyek pengerjaan jalan di Jayapura itu.

Pengadaan dilakukan melalui Layanan Pengadaan Surat Elektronik (LPSE). Namun, Febri menjelaskan, ada sejumlah penyimpangan dalam proses pengadaan itu. Sebab, di balik pengadaan elektronik itu, terjadi pertemuan antara pihak yang memiliki wewenang dengan pihak lain. Padahal, seharusnya itu bisa diselesaikan dengan sistem elektronik LPSE itu.

"Dilihat dari kerugian negara, ini bukan total lost. Jadi, kerugian negaranya bukan dari seluruh nilai proyek. Karena itu, kami mendalami lebih lanjut indikasi kerugian negara yang Rp 42 miliar ini dalam proses penyidikan. Dan juga siapa saja yang menikmati," ujar dia.

Menurut Febri, dari kasus tersebut dan kasus-kasus sebelumnya, proses pelelangan secara elektronik ini perlu dievaluasi kembali. Perlu ada pencegahan untuk proses lelang elektronik khususnya proyek yang nilainya besar. Misalnya, dengan menerapkan e-planning yang terhubung dengan e-budgeting. Juga, memperkuat Unit Layanan Pengadaan dan LPSE.

"Selain itu, ada satu masalah yang harus diselesaikan, yakni terkait dengan aspek Sumber Daya Manusia yang menjalankan proses lelang elektronik," ujar dia.

Febri menjelaskan, tim penyidik KPK menggeledah kantor Dinas PU Provinsi Papua dan ruangan ULP dan LPSE di kantor gubernur Papua pada 1 dan 2 Februari 2017 kemarin. Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah dokumen terkait perkara tersebut.

Kasus ini juga sudah langsung memasuki proses pemeriksaan saksi. KPK pada Jumat (3/2) ini memeriksa tujuh saksi yang terdiri dari sejumlah pegawai pemerintahan provinsi Papua dan sejumlah pihak swasta.

Mikael disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 dan/atau pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. "KPK akan bekerja sama lebih lanjut dengan BPK RI, untuk kebutuhan proses penyidikan ini," ujar dia.

Penggunaan pasal tersebut menunjukan memang masih ada pihak lain yang terlibat dalam kasus korupsi proyek jalan ini. Karena itu, KPK terus mendalami adanya keterlibatan pihak lain. Namun, untuk saat ini, KPK masih menetapkan satu tersangka Mikael itu. Tentu, melalui pendalaman perkara. "Dalam proses penyelidikan hingga penyidikan ini, kami punya indikasi dan dugaan bahwa memang ada pihak lain yang juga terlibat bersama-sama dalam penanganan proyek ini," tutur dia.

KPK akan fokus menangani perkara ini karena ingin memastikan anggaran atau keuangan negara di daerah itu dapat dinikmati masyarakat Papua. Selain itu, juga supaya anggaran keuangan di daerah tidak dikurangi atau disimpangkan dengan tindakan korupsi seperti yang terjadi di Provinsi Papua ini.

Apalagi, Provinsi Papua termasuk salah satu dari 10 daerah yang menjadi fokus KPK dalam pemberantasan korupsi melalui program koordinasi dan supervisi pencegahan. Penanganan perkara ini sekaligus menjadi peringatan bagi daerah lain terutama 10 daerah itu, untuk tidak melakukan penyimpangan.

Sepuluh daerah itu adalah Provinsi Aceh, Riau, Bengkulu, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Papua Barat. "Jadi kami ingin pastikan anggaran-anggaran terutama proyek besar tidak disimpangi di 10 daerah tersebut termasuk di Papua," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement