Kamis 26 Jan 2017 19:41 WIB

Virus Antraks Bisa Bertahan Sampai 70 Tahun

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Winda Destiana Putri
Bakteri antraks dilihat dari mikroskop.
Foto: daily mail
Bakteri antraks dilihat dari mikroskop.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Masyarakat, harus waspada terharap virus antraks. Karena, spora antraks bisa bertahan sampai 70 tahun walaupun hewan yang terkena penyakit antraks tersebut sudah hancur lebur dengan tanah.

Menurut Dokter Spesialias Penyakit Dalam Konsultan Penyakit Infeksi Tropis RSUP Hasan Sadikin, Primal Sudjana, penyakit ini pun, harus diwaspadai karena bisa menyebabkan kematian bagi manusia yang terpapar spora antraks maupun hewan yang terjangkit antraks.

 

Primal mengatakan, antraks berasal dari bakteri bacillus anthracis yang berasal dari bahasa Yunani yang artinya luka seperti batu bara hitam. Bacillus, merupakan kuman yang hidup diternak seperti sapi, domba, dan kambing. Penyebabnya adalah spora anthrax. "Dulu ada hewan yang sakit antraks sudah dikubur, kemudian 70 tahun kemudian digali, dan spora antraks masih ada," ujar Primal kepada wartawan di RSUP dr Hasan Sadikin, Kamis (26/1).

Bakteri tersebut, kata dia, menular lewat mediasi hewan ternak dan menular pada manusia terutama kepada mereka yang memiliki pekerjaan yang rentan dengan penyakit tersebut. Seperti, pekerja peternakan maupun pengolah bahan wol. Selain itu, bisa menular pada orang yang pernah menguburkan hewan mati tanpa memproteksi tubuh mereka. "Antraks masuk ke tubuh manusia karena bersentuhan langsung dengan hewan yang berpenyakit," katanya.

Di antaranya, kata dia, akibat memakan daging yang tidak matang, atau menghirup spora tersebut. Masa inkubasi spora, rata-rata 1 hingga 30 hari.

Menurut Primal, terdapat tiga tipe penyakit antraks yaitu antraks kulit, saluran cerna dan paru/pernafasan. Dari ketiga macam tersebut, antraks yang menyerang paru-paru dinilai sangat membahayakan, dalam artian sulit tertangani.

Prosesnya, kata dia,  spora masuk ke tubuh manuasi dalam jumlah tertentu terhirup. Biasanya, orang-orang yang kerja di pemintalan wol. Kemudian masuk ke paru-paru, ditangkap sel tubuh, menyebabkan luka dan Basilus keluarkan racun menyebar keseluruh organ dan terjadilah kelainan organ.

Namun, kata dia, yang paling sering terjadi adalah antraks kulit. Yakni, spora ke kulit yang luka. Lalu, luka menjadi kehitam-hitaman seperti tersundut rokok, hitam batu bara. Biasanya, luka tidak sakit dan tidak ada keluhan demam. "Kalau antraks paru ada demam, flu, batuk pilek baru muncul," katanya.

Untuk antraks cerna, kata dia, timbulnya akibat memakan daging yang tidak dimasak dengan sempurna. "Itu masuk akan menyebabkan luka di saluran cerna keluarkan racun dan beredar kemana-mana," katanya.

Kerusakan organ tersebut, kata dia, menyebabkan kematian. Tapi spora yang menyerang paru paling bahaya.

Saat ini, pengobatannya menggunakan antibiotik. Jika segera diberikan, korban akan cepet tertolong. Sementara, 85 persen meninggal jika tidak segera ditangani. "Ada vaksin tapi hanya untuk hewan ada, tapi pada manusia belum ada vaksinnya. Seperti flu burung, vaksin untuk unggasnya ada, tapi untuk manusianya belum," katanya.

Namun, kata dia, penyakit tersebut tidak menular antar manusia. Namun kewaspadaan perlu dilakukan. Yang penting, adalah pencegahannya. Di antaranya, jangan makan daging tidak matang, jangan sembelih hewan sakit, dan Disnak harus awasi hewan yang sakit. "Kalau mengolah daging pake proteksi seperti sarung tangan. Pas nguburin juga. Jangan gali hewan ternak antraks kan tadi ada kasus 70 tahun dikubur tapi sporanya ada," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement