Rabu 25 Jan 2017 15:19 WIB

MIAH: Jangan Gunakan Medsos untuk Pecah Belah Umat

Masyarakat membubuhkan cap tangan saat kegiatan sosialisasi sekaligus deklarasi masyarakat antihoax. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Masyarakat membubuhkan cap tangan saat kegiatan sosialisasi sekaligus deklarasi masyarakat antihoax. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Masyarakat Indonesia Anti-Hoax (MIAH) Septiaji Eko mengajak, masyarakat menggunakan media sosial (Medsos) untuk hal-hal positif yang bersifat sinergis dan edukatif. Namun, bukan sebaliknya, memecah belah melalui penyebaran berita bohong (hoax).

"Hoax sudah menyebar dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Bahkan banyak keluarga tak harmonis, perkawanan putus, dan terjadi kerusuhan di berbagai daerah akibat termakan berita hoax," kata Septiaji di Jakarta, Rabu (25/1).

Septiaji mengatakan, pemerintah harus berani menekan penyedia media sosial seperti facebook, google, twitter, dan instagram untuk serius menangani konten yang menyesatkan. "Seperti di Jerman, sudah ada rancangan undang-undang untuk mendenda berita hoax di media sosial dengan ancaman denda Rp 7 miliar," ujarnya.

Menurut dia, hoax menyebar karena banyaknya akun anonim. Mengingat sebagian besar akses internet melalui telepon pintar, kata dia, maka pemerintah, dalam hal ini Kominfo, minimal bisa meminta dan memberikan ketegasan kepada operator agar tidak menjual kartu perdana, tanpa identitas yang jelas.

"Saat ini sudah ada mekanismenya, tapi kenyataanya masih ada yang bisa mendapatkan kartu perdana tanpa memberikan identitas. Ini masalah awal yang harus ditangani pemerintah," ujar Septiaji.

MIAH sendiri berupaya menyadarkan masyarakat agar menggunakan medsos secara bijak dan positif serta mengajak masyarakat untuk memahami bahaya penyebaran hoax dari sisi hukum, agama, kesusilaan, dan kesopanan. "Gerakan kami lebih banyak literasi, membaca, dan menulis di medsos supaya masyarakat tidak main share, bisa memilah mana berita benar dan mana yang tidak. Kalau bisa masyarakat bisa mengambil informasi dari berita itu untuk membuat tulisan lagi yang menginspirasi," tuturnya.

Septiaji berharap, MIAH bisa bersinergi dengan Kemendikbud dan Kemenag untuk memasukkan konten yang mengajarkan cara bermedsos secara positif dan menghindari hoax melalui kurikulum pendidikan. "Kedua kementerian itu kami rangkul karena memiliki jaringan ke sekolah dan madrasah, dan mungkin jaringan ke pendakwah besar. Kami juga mencoba kolaborasi dengan komunitas NU, Muhammadiyah, dan komunitas hobi untuk sama-sama menyuarakan isu ini," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement