Senin 23 Jan 2017 21:50 WIB

Industri Penyiaran Tolak Pelarangan Iklan Rokok di TV

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Dwi Murdaningsih
Sebuah siaran televisi nasional (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Sebuah siaran televisi nasional (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ketua Panitia Kerja Komisi I DPR RI Meutya Hafid memastikan bahwa draf Revisi Undang Undang (RUU) Penyiaran yang diserahkan kepada Badan Legislatif tetap memuat larangan iklan rokok. Larangan iklan rokok di televisi bertujuan untuk menekan jumlah perokok di Indonesia.

 

Menanggapi pernyataan ini, Corporate Secretary MNC Group Syafril Nasution mengatakan, pasal pelarangan iklan rokok ‎akan memberikan dampak negatif bagi industri pertelevisian. Pelarangan iklan rokok juga dinilai tidak akan mengurangi jumlah perokok di Indonesia.

 

Alih-alih melarang iklan rokok di televisi, lanjut Syafril, pemerintah sebaiknya mengimbanginya dengan membuat iklan yang menerangkan dampak kesehatan dari produk tembakau tersebut. Dengan demikian, masyarakat memiliki kesadaran akan dampak produk tembakau bagi kesehatan.

 

"Setelah itu, biarkan masyarakat yang memilih untuk merokok atau menjauhinya. Jadi, iklan rokok bukan satu-satunya cara mengurangi jumlah perokok," kata Syafril melalui siaran pers, Senin (23/1).

 

Di sisi lain, Syafril khawatir pelarangan iklan rokok di televisi akan memukul industri pertelevisian, serta industri hasil tembakau. Untuk itu, Syafril meminta pemerintah mempertimbangkan kembali soal keberadaan pasal pelarangan iklan rokok di revisi UU Penyiaran.

 

Terpisah, Corporate Secretary PT Surya Citra Media‎ Tbk, Gilang Iskandar ‎mengatakan, revisi UU penyiaran sendiri belum menjadi draft resmi. Kalau pun nantinya telah resmi menjadi draft dan disahkan, maka media televisi akan terkena dampaknya.

 

‎"Jika (RUU Penyiaran) disahkan, olahraga dan musik itu kan iklannya dari rokok, maka dampaknya akan ditanggung oleh stasiun TV. Dampaknya lumayan signifikan. Karena acara olahraga dan sepak bola itu mahal," ujar Gilang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement