Senin 09 Jan 2017 07:00 WIB

KH Maimoen Zubair: Jika Pabrik Dibatalkan yang Rugi Rakyat

KH Maimoen Zubair
Foto: Bowo Pribadi/Republika
KH Maimoen Zubair

REPUBLIKA.CO.ID, REMBANG -- Tokoh yang satu ini merupakan ulama kharis­matik sekaligus politisi ‘produk’ asli Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Di tengah polemik pro dan kontra pembangunan pabrik Semen Indo­nesia di Kabupaten Rembang yang sempat ber­gulir, nama pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-An­war Karangmangu, Kecamatan Sarang ini mencuat kare­na keberpihakannya terhadap rencana pemgembangan pabrik semen ‘pelat merah’ ini.

Bagaimana pemikiran dan latarbelakangnya, berikut penuturan KH Maimoen Zubair kepada reporter Republika, di sela kesibukannya mengu­rus pondok pesantren.

Mengapa Anda mendukung pabrik Semen Indonesia di Rembang?

Pabrik Semen Indonesia itu salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan itu sama saja mi­lik bangsa. BUMN ini juga menjadi salah satu ‘ukuran’ kekayaan negara kita. Jadi pabrik semen ini termasuk milik BUMN. Jadi apapun saya me­mang harus ikut men­dukung ‘besarnya’ BUMN dan bukan mendukung supa­ya BUMN menjadi semakin kecil. Saya ingin BUMN itu semakin lama semakin berkembang, tetapi kenyataannya (pendirian pabrik semen dipermasalahkan) se­perti ini. Untuk membela tanah air itu kewajiban bagi agama atau enggak? Lalu bagaimana hukumnya kalau orang tidak ingin negara kita tidak kaya? Kalau dikatakan Semen Indonesia berbahaya, mulai kapan ada pabrik semen.

Belum ada yang pernah mengatakan pabrik semen membahayakan lingkungan. Kalau me­mang dikatakan membahayakan lingkungan ya jangan Rembang saja. Logikanya, pembangu­nan sekarang ini  kan butuh banyak semen. Seka­rang kalau semen itu dicukupi oleh bangsa sen­diri, enak mana dengan impor? Jadi saya tetap mendukung, tetapi saya tidak melanggar atau melakukannya dengan jalan yang tidak dibe­narkan. Saya hanya bisa mendoakan sekuat te­naga. Saya doakan mudah-mudahan pabrik se­men di Rembang bisa berjalan. Namun kita harus kembali kepada yang menciptakan segala alam semesta ini.

Tapi masih ada ‘kelompok’ yang meng­hen­daki pabrik di Rembang dibatalkan, padahal tak sedikit investasi di sana?

Oleh karena itu hati saya ikut nelangsa. Ini saya cerita, dulu awal-awalnya berapa pabrik yang dimilik BUMN. Di antaranya pabrik gula. Sekarang ini kan ‘habis’ tidak banyak yang menggiling. Kalu banyak yang tidak menggiling lagi yang rugi itu negara. Kalau negara rugi rakyat ikut rugi tidak? Saya masih ingat kereta api, yang dulu milik Pemerintah Belanda yang dioper oleh negara (dinasionalisasi) dengan hutang negara yang banyak. Akhirnya uang-uang tanggungan asal nasionalisasi itu sekarang kan sudah selesai.

Jadi selesai uang tersebut tidak mengenyam selesainya hutang-hutang tersebut. Tetapi uang tersebut malah habis dan kalau habis kan kasi­han negara ini. Dan yakinlah segala apapun yang terjadi, Allah ini tidak menciptakan sesuatu hal yang menjadikan kenistaan suatu bangsa, kecuali bangsa itu sendiri.

Bangsa kita dijajah Belanda hingga 350 tahun, itu bisa terjadi karena politik memecah belah. Allah memberikan kenikmatan kemerdekaan setelah dijajah yang pertama kali yang diberikan bangsa Indonesia. Semuannya lalu ‘makmum’ bangsa Indonesia. Nah, kalau sudah ‘imamnya’ ini jatuh bagaimana keadaan dunia ini. Apa kita menghendaki kiamat. Tentunya kita menghen­daki supaya dunia ini panjang. Jadi kalau dika­takan membahayakan, itu pabrik yang di Tuban, tutup saja. Pertanyaannya, Tuban ada pabrik Semen Gresik, sekarang jalannya baik atau tidak?

Lalu bagaimana terhadap kelompok yang masih menolak?

Ya terserah!, karena di dunia ini Allah selalu menciptakan ada yang pro dan ada yang kontra, ada yang suka atau tidak suka dan itu pilihan masing-masing.

Adakah imbauan kepada mereka?

Imbauannya ya supaya mereka itu lekas in­syaf. Sebab itu, mau tidak mau itu akan men­­ja­tuh­kan nilai kekuatan bangsa. Kalau dikatakan petani akan rugi, sekarang di mana-mana ada pabrik semen. Dulu pabrik semen itu hanya ada empat, pabrik Semen Tonasa, Padang, Tiga Roda dan pabrik Semen Gresik. Dulu yang saya ‘minta’ pabrik yang kecil saja, Semen Gresik. Saya malu, sekarang setelah besar (pabrik se­men banyak berdiri) seperti ini kok malah (pabrik semen milik negara) turun.

Lah, kalau dicermati setiap ada demo ini kan mesti menurunkan kredibilitas serta pendapatan  dan itu merugikan negara. Makanya saya minta supaya negara ini semakin tambah tinggi kekaya­annya dan jangan hutang terus. Apalagi proposal terus diajukan kepada negara tetapi tidak ikut membantu kekayaan negara. Malu lagi Semen Indonesia sudah punya pabrik di luar negeri. Ka­lau itu jatuh,  wah Indonesia bisa sangat jatuh. Apa­lagi kalau dilihat perpecahan bangsa ini. Kita menghendaki bangsa ini tetap bersatu.

Lalu saran Anda untuk mengatasi perbe­daan ini apa?

‘Bedho nanging podho’ (beda tetapi sama), bu­kan terus ‘podho nanging bedho’ (red; sama te­­tapi berbeda). Sejarah telah mencatat, bangsa ini pernah tercerai-berai akibat penjajah me­man­­faatkan anak bangsa yang mudah diadu domba.

Bangsa ini masih butuh didikan untuk cinta kepada bangsa dan negara. Hubbul wathan minal iman, jadi cinta Tanah Air adalah bagian dari iman. Kalau ini (pabrik semen) ‘kalah’ ya itu sudah ke­hendak Allah, wong dijajah saja kita bisa. Tapi kita harus bangkit!.

Seberapa besar manfaat pabrik semen bagi warga Rembang ke depan?

Ya itu hanya Allah yang tahu. Kalau ngeramal­nya sampai itu kan Allah yang tahu. Tapi dari pada itu, apakah dunia ini akan dikuasai oleh manusia atau Allah. Tapi yang jelas ada pabrik semen pemasukan negara ada atau tidak. Terus kalau tidak jadinya pabrik semen di Rembang ini negara dirugikan atau tidak?

Ada pabrik ada manfaat bagi warga di sekitar­nya atau tidak, seperti adanya embung. Jadi se­tiap amal baik itu akan selalu membuahkan ke­bai­kan, kemanfaatan dan kemakmuran di dunia.

Kalau Anda tahu bangsa kita sembahyang itu dulu kan hanya 15 – 20 persen. Haji 15 persen se­karang shalat sudah jauh lebih dari 50 persen. Kenyataanya sekarang orang makan jagung, ketela kan sudah berkurang dan semua sekarang sudah makan beras.

Apalagi kalau dikatakan nanti gunungnya habis dan merugikan. Pada akhirnya juga habis, wong ternyata juga dijual (ditambang) yang bukan untuk kepentingan rakyat dan negara. Dari pada habis dijual gunungnya, kalau digunakan untuk semen pasti jauh lebih bermanfaat. Tetapi itu kalau saya dan belum tentu orang lain punya pen­d­apat yang sama. Wong nyatanya yang demo ada dua kelompok. 

Pabrik semen ini ada di Jawa Tengah. Negara yang paling eksis menjadi Indonesia ya Jawa Tengah, sebelum dulu tercerai berai ada negara Pa­sundan, negara Sumatera, negara Madura dan lainnya. Jadi lihat Jawa Tengah ini, kalau tidak ada Jawa Tengah tidak ada Negara Indonesia. Makanya kalau pabrik Jawa Tengah ini ‘hancur’, saya kha­watir Jawa Tengah ini menjadi pusat kehancuran (investasi) di negeri ini. Kalau ada pabrik semen didemo hancur jangan sampai itu menjadi awal kehancuran pabrik semen lain di mana-mana. Ini alasan saya mendukung pabrik se­men ini selain ingin negara ini kaya dan mak­mur.

Kalah menang itu kerena Allah, jangankan pabrik semen hancur wong dijajah saja bisa. Apakah itu dijajah tanahnya atau ekonominya, semua sangat mungkin. Tapi tidak ada kehan­cu­ran kecuali perpecahan bangsa sendiri. Inilah latar belakangnya.

Sekarang apa pandangan Anda terkait polemik ini?

Kalau memperbaiki orang banyak. Tetapi memperbaiki orang banyak ini tidak mudah. Yang penting menginsyafkan orang ‘besar’. Sebab ada demo-demo penolakan ini karena ada orang- orang ‘besar’ dibelakangnya. Mereka yang tidak setuju dengan pabrik semen Rembang ini ya ada orang-orang ‘besar’, betul nggak? Mungkin tidak ada demo dari ‘bawah’ tanpa ada orang di atas yang mengajak atau menggerakkan? Makanya me­ngapa orang-orang itu bisa seperti sekarang ini, karena yang di atas belum bersatu. Kalau orang-orang ‘besar’ yang di atas itu bersatu dan baik-baik dengan mereka yang di bawah tentu tidak seperti ini. ril

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement