Rabu 04 Jan 2017 06:43 WIB

Ditanya Target Lulusan SD Bina Ilmu, Damanhuri Zuhri: Bisa Diterima di Gontor

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin (kanan) bersama wartawan Republika, Damanhuri Zuhri (kiri).
Foto: ROL
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin (kanan) bersama wartawan Republika, Damanhuri Zuhri (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wartawan senior Republika Damanhuri Zuhri wafat pada Senin (2/1/2017) dalam usia 52 tahun. Lelaki kelahiran Bogor, 2 Mei 1964 itu pulang ke rahmatullah setelah sempat dirawat selama beberapa hari di RS Sari Asih Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.

Ribuan orang dari berbagai kalangan  datang melayat ke rumah duka almarhum di daerah Parung, Bogor, Jawa Barat. Dan ratusan orang turut menyalatkan jenazahnya di Masjid Riyadhus Shalihin, masjid di mana almarhum menjadi ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) hingga akhir hayatnya.

Kepergian almarhum menyisakan duka yang mendalam bagi keluarga, sahabat, maupun masyarakat yang mengenal dan mencintainya. Damanhuri adalah seorang  wartawan tulen dan berdedikasi (ia pernah bekerja di Media Dakwah dan Panjimas, sebelum akhirnya bergabung dengan Republika sejak pertama kali koran Islam ini terbit tahun 1993).

Alumnus Pondok Pesantren Gontor dan IAIN (sekarang UIN) Syarif  Hidayatullah Jakarta itu juga aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan, termasuk menjadi da’i, khatib, pengurus masjid, membina remaja, hingga mendirikan sekolah Islam.

Damanhuri, lelaki yang biasa dipanggil “ustadz” di kantor Republika, mendirikan lembaga pendidikan di Parung yang bernaung di bawah Yayasan Bina Ilmu. Yayasan tersebut mengelola TK dan SD IT Bina Ilmu.

Salah satu guru Bina Ilmu, yang juga sahabat kental dan kader  almarhum, Supriyanto mengungkapkan, TK Bina Ilmu didirikan tahun 1997. Mula-mula muridnya hanya sembilan orang, namun kini tiap tahun murid barunya berjumlah lebih 50 orang.

SD Islam Terpadu Bina Ilmu didirikan tahun 2004. Mula-mula muridnya hanya sembilan orang, namun kini muridnya berjumlah 316 orang. “Yang sangat mengharukan, pada saat pertama kali mendirikan TK maupun SD, beliau menomboki gaji guru dengan uang pribadi beliau yang berasal dari gaji di Republika,” tutur Supriyanto kepada Republika.co.id, Senin (2/1/2017).

Lalu, apa keistimewaan Sekolah Bina Ilmu yang ternyata menjadi sekolah pilihan bagi sejumlah dosen UIN untuk menyekolahkan anak mereka di sana? Inilah jawaban Damanhuri ketika ada yang bertanya kepadanya, “Apa target lulusan SD Bina Ilmu?” “Targetnya, mereka bisa diterima di Gontor,” sahut Damanhuri tegas.

“Jadi target yang dipatok oleh Ustadz Damanhuri bukanlah SMP Negeri, melainkan Pondok Pesantren Gontor. Sebab, Gontor lebih tinggi dari SMP Negeri. Persaingan untuk masuk Gontor lebih sulit, dan sistem seleksinya fair, tidak ada main uang,” papar Supriyanto mengemukakan alasan Damanhuri.

Seperti diketahui, Gontor tiap tahun menerima 1.000 santri baru. Namun yang ikut test masuk mencapai dua kali lipatnya, atau sekitar 2.000 orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement