REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono menilai penyelamatan kecelakaan terbakarnya KM Zahro Express di perairan Muara Angke Jakarta pada Ahad, 1 Januari tidak maksimal.
"Ironisnya, KM Zahro Express yang terbakar tidak jauh dari pelabuhan Muara Angke, para penumpangnya diselamatkan oleh para nelayan tradisional di sekitar lokasi, bukan oleh tim penyelamat resmi seperti Bakkamla, Basarnas, dan Polair," kata Bambang melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (3/1).
KM Zahro Express berangkat dari Pelabuhan Muara Angke dalam perjalanan ke Pulau Tidung di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, pada Ahad (1/1). Akibat kecelakaan tersebut, sebanyak 23 orang meninggal dunia, puluhan orang luka-luka, serta belasan orang masih dinyatakan hilang.
Menurut Bambang Haryo, lokasi terbakarnya KM Zahro Express tidak jauh dari Pelabuhan Muara Angke, hanya sekitar satu mil atau sekitar 1,8 Km. "Lokasi kecelakaan kapal ini sebenarnya masih sangat dekat dengan Pelabuhan Muara Angke, tapi tim penyelamat resmi lamban memberikan pertolongan," kata anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini.
Tim penyelamat resmi yang dimaksud adalah Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakkamla), Badan Sar Nasional (Basarnas), dan Polisi Air (Polair). Politikus Partai Gerindra ini menjelaskan, para nelayan tradisional di sekitar perairan Muara Angke lebih cepat bergerak memberikan pertolongan daripada tim penyelamat resmi.
Bambang Haryo juga menyayangkan, nakhoda dan kru tidak memberikan pengarahan yang memadai kepada para penumpang kapal pada saat situasi darurat tersebut. "Seharusnya ada pengarahan dari nahkoda dan kru kepal kepada penumpang. Penumpang harus meninggalkan kapal diyakinkan menggunakan alat keselamatan," katanya.