Selasa 27 Dec 2016 13:48 WIB

4 Poin Putusan Sela Hakim Tolak Eksepsi Ahok dan Penasihat Hukumnya

Terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok menjalani sidang lanjutan yang menjeratnya di ruang sidang Koesumah Atmadja, Eks Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,  Selasa (20/12).
Foto: Republika/Dian Fath Risalah
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok menjalani sidang lanjutan yang menjeratnya di ruang sidang Koesumah Atmadja, Eks Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (20/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam sidang beragendakan putusan sela, menolak seluruh eksepsi atau nota keberatan terdakwa perkara penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama dan tim penasihat hukumnya.

"Pengadilan menyatakan keberatan terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama dan penasihat hukumnya tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (27/12).

Dalam sidang ketiga tersebut, Majelis Hakim menyampaikan empat poin, yakni 1. Menyatakan keberatan terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan penasihat hukumnya tidak dapat diterima; 2. Menyatakan sah menurut hukum surat dakwaan penuntut umum dengan nomor registrasi pdn 147/jkt.ut/12/201 sebagai dasar pemeriksaan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama;

3. Memerintahkan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 1537/PidB/2016/PNJktutr terdakwa atas nama Basuki Tjahaja Purnama; 4. Menangguhkan biaya perkara sampai putusan akhir.

Dalam pembacaan putusan sela, majelis hakim menilai kurang memahami tentang subjek korban dalam keberatan yang disampaikan penasihat hukum sehingga menimbulkan kerancuan. Pengadilan juga menilai nota keberatan yang disampaikan penasihat hukum telah masuk dalam materi pokok perkara dan akan dipertimbangkan dalam proses pembuktian.

Dalam putusan sela, majelis hakim juga menolak keberatan penasihat hukum yang menilai penuntut umum mengabaikan adanya peringatan keras sebelum kasus dilimpahkan ke pengadilan dalam Pasal 156a KUHP yang menjerat Ahok.

Menurut penasihat hukum, pengadilan merupakan upaya hukum terakhir yang dapat diterapkan apabila peringatan keras kepada pejawat Calon Gubernur DKI Jakarta tersebut telah diberikan, namun diabaikan olehnya.

Peringatan keras yang harus dilakukan terlebih dahulu ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 84. Namun di sisi lain, majelis hakim memandang bahwa peringatan keras yang seharusnya dilakukan oleh Presiden RI melalui Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung ini ditujukan oleh organisasi atau suatu aliran kepercayaan yang dianggap menodakan agama yang dianut masyarakat Indonesia.

Dengan ditolaknya eksepsi Ahok beserta tim penasihat hukumnya, sidang akan dilanjutkan pekan depan yaitu pada Selasa (3/1) dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak jaksa penuntut umum.

Majelis Hakim juga memutuskan untuk memindahkan lokasi persidangan dari Gedung PN Jakarta Utara (bekas Gedung PN Jakarta Pusat) ke Gedung Kementerian Pertanian Ragunan, Jakarta Selatan atas persetujuan Mahkamah Agung.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement