Selasa 20 Dec 2016 17:01 WIB

Pengacara Ahok: Seharusnya Pasal 156a Didahului Peringatan

Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama beranjak dari duduk seusai menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Jakarta, Selasa (20/12).
Foto: Republika/Pool/Agung Rajasa
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama beranjak dari duduk seusai menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Jakarta, Selasa (20/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Penasihat Hukum terdakwa perkara dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Trimoelja D. Soerjadi, mengatakan Pasal 156a KUHP yang menjerat Ahok seharusnya didahului peringatan keras sebelum dilimpahkan ke persidangan.

"Pasal 156a KUHP itu tidak bisa dijeratkan pada seseorang tanpa melalui peringatan keras lebih dulu oleh Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung atau langsung Presiden RI. Peringatan keras ini belum pernah diberikan pada Ahok sehingga menurut kami itu tidak bisa langsung dijeratkan," kata Tri usai sidang lanjutan di Gedung PN Jakarta Utara, Selasa (20/12).

Menurut Tri, pengadilan merupakan upaya hukum terakhir yang dapat diterapkan apabila peringatan keras kepada petahana Calon Gubernur DKI Jakarta tersebut telah diberikan, namun diabaikan olehnya. Peringatan keras yang harus dilakukan terlebih dahulu ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi No.84.

Tanggapan dari penasihat hukum tentang adanya lompatan proses hukum ini juga seharusnya disampaikan setelah jaksa penuntut umum (JPU) membacakan tanggapan atas eksepsi dari terdakwa dan tim kuasa hukum. Namun, permintaan penasihat hukum untuk menyampaikan tanggapan ditolak oleh Majelis Hakim.

"Itu tadi yang tidak dijawab (oleh penuntut umum) karena dalam nota keberatan, kami sudah menyinggung putusan MK INI. Putusan MK ini kan final dan mengikat tapi tidak ditanggapi," ujar Tri.

Dalam sidang pembacaan tanggapan atas eksepsi terdakwa dan tim kuasa hukum, Ketua Tim JPU Ali Mukartono menyinggung penetapan tersangka yang dinilai penasihat hukum tidak sesuai prosesur dan melanggar HAM seorang terdakwa.

Jaksa pun menanggapi jika penasihat hukum menilai proses hukum tidak sesuai prosedur, terdakwa dapat mengajukan praperadilan. Tri menilai alasan tidak diajukannya praperadilan karena Ahok ingin proses hukum ini cepat selesai.

"Jadi Ahok itu kan ingin proses ini cepat selesai, dia ingin cepat menunjukkan pada publik bahwa dia tdk ada niat menodai agama. Jadi dia memang tidak mengajukan keberatan," kata Tri.

Ada pun sidang selanjutnya dengan agenda pembacaan putusan sela dilaksanakan Selasa pekan depan (27/12) di lokasi persidangan yang sama, Gedung PN Jakarta Utara Jalan Gajah Mada (bekas gedung PN Jakarta Pusat).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement