REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama, Ali Mukartono, mengatakan banyaknya pendapat akibat rekaman video di Kepulauan Seribu yang menimbulkan dinamika dalam masyarakat, jelas bukan karena hanya unggahan video dari Buni Yani.
"Tapi, terdakwa harus bisa mempertanggungjawabkan ucapannya dalam pidato tersebut sesuai delik yang didakwakan pasal 156 a KUHP atau pasal 156 KUHP, " kata Ali Mukartono, Selasa (20/12).
Sehingga, sangat tidak tepat bila terdakwa mengajukan eksepsi di persidangan. Seharusnya, terdakwa mengajukan hal tersebut dalam sidang praperadilan. Keberatan terdakwa dan kuasa hukum terkait penetapan tersangka yang tidak sesuai proses hukum dan melanggar HAM, menurutnya merupakan domain Polri.
"Kalau memang penetapan tersangka tidak sesuai, seharusnya diajukan pada sidang praperadilan bukan pada tahap eksepsi," tegas Ali.
JPU juga keberatan dengan pernyataan terdakwa serta tim kuasa hukum terkait proses hukum yang dianggap terlalu cepat dan di luar kebiasaan.
"Proses hukum atas nama terdakwa sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Waktu 14 hari tidak wajib dipakai seluruhnya. Berkas perkara sudah lengkap dan dilimpahkan ke pengadilan sesui pasal 136 KUHAP," jelas Ali.
"Sehingga, berdasarkan analisis yuridis, yang diajukan terdakwa dan kuasa hukum tidak berdasar hukum dan pantas ditolak," tegasnya.