Selasa 20 Dec 2016 16:17 WIB

Polisi Ungkap Prostitusi Mahasiswa di Surabaya dan Malang

Rep: Binti Sholikah/ Red: Ilham
Prostitusi online.    (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Prostitusi online. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Direktorat Kriminal Khusus Polda Jatim berhasil mengungkap jaringan prostitusi online yang melibatkan mahasiswa. Media promosi yang digunakan bersifat privat sejenis aplikasi WhatsApp dan Line. Kasus prostitusi online yang diungkap ini sesuai dengan Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang.

Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Frans Barung Mangera mengatakan, jaringan prostitusi yang diungkap ini cukup besar karena melibatkan mahasiswa dan menawarkan tarif yang cukup besar. “Bisa dikatakan prostitusi online yang diungkap hari ini adalah jaringan prostitusi yang berskala besar dengan pelanggan yang luar biasa,” jelasnya kepada wartawan di kantor Humas Polda Jatim, Selasa (20/12).

Polda Jatim telah menetapkan dua tersangka kasus tersebut, pria berinisial AP (21 tahun) dan perempuan UY (22). AP merupakan mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Surabaya yang berasal dari Lamongan. AP bertindak sebagai perekrut mahasiswa. Sedangkan UY yang bekerja sebagai wiraswasta asal Surabaya ini bertindak sebagai penjual dan yang mempromosikan.

Menurut Barung, selama ini kasus prostitusi online yang diungkap Pola Jatim melalui jaringan media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Namun, kali ini jaringannya bersifat privat. “Kami telah melakukan pengecekan media sosial kedua tersangka, tapi ternyata di situ tidak ada konten yang diperdagangkan seperti yang kami ungkap. Ini sifatnya privat. Kami berhasil melakukan penetrasi masuk ke jaringan itu melalui cyber paper yang kami lakukan di Line dan WhatsApp,” terangnya.

Pola rekrutmennya melalui teman-teman AP sesama mahasiswa yang telah mengetahui jaringan tersebut. Cara merekrut disesuaikan dengan kebutuhan dan di lingkup mahasiswa tersebut. Para tersangka ini mendapat keuntungan sebesar 30 persen dari hasil transaksi.

Misalnya, transaksi senilai Rp 3 juta, yang bersangkutan mendapat komisi Rp 900 ribu. Pembayaran dilakukan secara tunai. “Daerah operasi terbesar di Surabaya, tapi yang bersangkutan juga melayani daerah lain, misalnya Batu atau Malang sesuai dengan permintaan,” katanya.

Kasus tersebut berhasil diungkap pada 18 Desember 2016. Kemudian pada 19 Desember Polda membuat Laporan Polisi Model A untuk penyidikan tindak pidana. Selanjutnya, Polda masih akan melakukan pengembangan penyidikan. Selain dua tersangka, Polda telah menetapkan lima orang sebagai saksi. “Bukan hanya kedua tersangka ini, nanti pada saat penyidikan bisa saja mengembang pada hal-hal lain,” ucapnya.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement