Senin 19 Dec 2016 16:34 WIB

DPR Sudah Lama Waspadai Dampak Buruk Kebijakan Bebas Visa

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Winda Destiana Putri
Visa
Foto: ABCNews
Visa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR RI sudah sejak lama mengkhawatirkan adanya dampak buruk yang timbul dari kebijakan bebas visa terhadap warga negara asing yang akan berkunjung ke Indonesia. Di satu sisi, kebijakan tersebut mampu meningkatkan angka kunjungan wisata mancanegara di Indonesia. Namun di sisi lain, kebijakan itu berpeluang dimanfaatkan warga negara asing untuk melakukan kejahatan atau melanggar peraturan di Indonesia.

Kasus terbaru yakni adanya petani Cina yang menanam benih cabai mengandung bakteri di Bogor, Jawa Barat. Empat warga negara Cina melakukan aksi tanam secara ilegal mengingat mereka datang ke Indonesia menggunakan paspor wisata. Benih cabai yang ditanam dinyatakan positif terinfestasi bakteri Erwinia chrysantemi, organisme pengganggu tanaman karantina (OPTK) A1 golongan 1.

"Sudah lama kita mewaspadai hal tersebut, terlebih institusi penegak hukum tidak punya kewenangan untuk mengawasi keberadaan orang asing," kata anggota Komisi III DPR Azis Syamsudin kepada Republika.co.id, Senin (19/12).

Politikus dari Partai Golkar itu mengatakan pemerintah perlu mewaspadai berbagai ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Termasuk yang datang dari dalam maupun luar negeri. Saat ditanya apakah kebijakan bebas visa itu perlu dicabut, Aziz menyebut pemerintahlah yang sebaiknya memutuskannya. Pasalnya yang mengatur soal kebijakan itu adalah peraturan pemerintah (PP) sehingga pemerintahlah yang memiliki kewenangan.

Seandainya pun kebijakan tersebut, maka akan berpengaruh terhadap Indonesia. Namun mengenai apa saja dampaknya, menurut Aziz perlu kajian lebih lanjut. "Tentu harus melalui analisa dan pengkajian," kata dia.

Sejak menjabat 2014, tercatat tiga kali Presiden Joko Widodo melansir peraturan Presiden (perpres) yang berkaitan dengan bebas visa kunjungan. Pertama, Perpres No 69/2015 tentang Bebas Visa Kunjungan (45 negara) pada 9 Juni 2016. Kemudian, Perpres No 104/2015 tentang Perubahan atas Perpres No 69/2015 (75 negara). Terbaru, Perpres No 21/2016 (169 negara) tertanggal 2 Maret 2016. Alasan di balik kebijakan ini menurut Presiden adalah untuk meningkatkan devisa melalui pariwisata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement