REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sejumlah pihak mengkritisi diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 59/2016 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang Didirikan oleh Warga Negara Asing (WNA). Pasalnya, adanya PP tersebut dianggap memberi keleluasaan ormas asing di Indonesia.
Direktur Ormas Direktorat Jenderal Politik dan Hukum, Kementerian Dalam Negeri, Laode Ahmad Pidana, menilai dalam pembentukan PP tersebut Pemerintah telah ketat dalam menyusun aturan di PP tersebut.
Ia mengatakan dalam PP yang merupakan turunan dari UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas itu diatur bahwa ormas asing harus memiliki izin prinsip dan izin operasional.
"Ormas Asing katakan di Indonesia harus miliki izin prinsip dan izin operasional. Izin prinsip itu sendiri relatif panjang tahapannya," ujar Laode Ahmad saat dihubungi wartawan di Jakarta, Ahad (18/12).
Ia mencontohkan izin diantaranya ormas asing yang akan berdiri, negaranya harus memiliki hubungan diplomatik dan harus terpusat. Perizinan juga harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan Pemerintah daerah.
Selain itu, masa aktif ormas asing juga hanya tiga tahun, dengan dibatasinya personil dan harus mempekerjakan orang Indonesia. “Tiga orang asing maksimal dan harus pekerjakan orang Indonesia,” katanya.
Ia menegaskan Pemerintah tidak sembarang dalam hal memberi izin kepada ormas asing berdiri di Indonesia. Menurutnya, pengawasan juga akan rutin dilakukan Pemerintah terhadap ormas asing yang telah berdiri untuk mengantisipasi penyimpangan ormas.
Pemerintah juga tentunya membutuhkan pengawasan dari masyarakat terhadap pergerakan ormas asing. "Tentu sangat waspada dan jadi concern bersama. Penting untuk deteksi dini. Seperti publik merespons, memungkinkan dilakukan review," ujarnya.
Untuk wewenang perizinan ormas asing sendiri lanjut Laode diatur oleh Kementerian Luar Negeri. Begitu juga penerapan PP 59/2016. "Leading Sektor Menlu. Kemendagri karena koordinasikan urusan ormas saja," kata dia.