REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang dimohonkan Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
"Menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (15/12). Putusan Mahkamah ini menegaskan bahwa praktik unbundling atau pemisahan kegiatan usaha dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum harus dengan prinsip "dikuasai oleh negara", sekalipun penyedia tenaga listrik adalah pihak swasta.
"Namun bukan berarti meniadakan peran atau keterlibatan pihak swasta nasional maupun asing, BUMD, swadaya masyarakat maupun koperasi," ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna ketika membacakan pertimbangan hukum Mahkamah.
Mahkamah kemudian menyatakan bahwa Pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan adalah inkonstitusional secara bersyarat sepanjang rumusan dalam ketentuan a quo dimaknai hilangnya prinsip penguasaan oleh negara. Dalam permohonannya, pemohon menyatakan frasa "dapat dilakukan secara terintegrasi" dalam Pasal 10 ayat (2) UU Ketenagalistrikan membuka kemungkinan pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan dengan tidak terintegasi dan terpisah-pisah.
Selain itu pemohon juga mempermasalahkan Pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan sepanjang frasa "badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik". Dua ketentuan ini dinilai oleh pemohon mengakibatkan hajat hidup orang banyak dapat dikuasai oleh korporasi swasta nasional, multinasional dan perorangan, bahkan berpotensi mengakibatkan negara tidak memiliki kekuasaan atas tenaga listrik.