REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan media sosial menjadi salah satu pintu masuknya faham radikalisme dan terorisme.
"Sekarang masuknya nilai-nilai itu melalui media sosial. Kita tidak bisa menjamin semuanya clear," kata Suhardi dalam Sosialisasi Opersional Prosedur Penanganan Aksi Terorisme pada Objek Vital Nasional Sektor Ketenagalistrikan di Batam, Kamis (1/12).
Ia mengatakan untuk situs-situs mengandung unsur radikalisme dan terorisme yang mengancam keamanan global sudah banyak diblokir. Namun tidak ada jaminan 100 persen semuanya bebas dari nilai-nilai radikalisme dan terorisme.
"Untuk website dan situs-situs sudah banyak yang kami blokir. Namun ini kan sudah menjadi ancaman global, perlu upaya semua pihak memeranginya," kata dia.
Suhardi mengatakan untuk mengantisipasi ancaman terorisme di Indonesia tidak bisa diserahkan pada pihak keamanan saja.
"Masyarakat juga harus berperan aktif. Kalau ada kejanggalan dan sesuatu yang tidak lazim segera laporkan. Karena kepedulian masyarakat juga sangat membantu dalam mengantisipasi terorisme," kata Suhardi.
Ia mencontohkan salah satu upaya aksi terorisme yang berhasil digagalkan adalah saat sekelompok orang sudah merancang aksi menyerang Marina Bay Singapura dari Batam beberapa waktu lalu. Beruntung rencana aksi tersebut segera bisa diketahui sehingga rencana penyerangan tersebut bisa digagalkan.
Upaya deradikalisasi pada masyarakat yang terlibat kegiatan terorisme, kata dia, juga melibatkan berbagai pihak termasuk peran masyarakat lain dalam menerima kembali.
"Penerimaan yang baik oleh masyarakat pada mereka yang pernah terlibat juga akan menentukan. Jika tidak ada penerimaan yang baik, bisa jadi mereka akan kembali melakukan aksi. Sama halnya pada mantan pecandu obat terlarang yang kembali ke masyarakat namun tidak diterima sehingga kembali lagi menjadi pecandu," kata dia.