REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo memberikan sinyal adanya tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.
"Saat ini proses penyelidikan terhadap kasus E-KTP masih berjalan dan terbuka kesempatan adanya tersangka baru jika alat bukti telah terpenuhi," ujar Agus Rahardjo ditemui usai acara seminar Tanwir 1 Pemuda Muhammadiyah di Cipondoh, Kota Tangerang, Selasa (29/11).
Namun Agus enggan menyebutkan secara rinci karena menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada penyidik yang sedang bertugas. Tetapi, mantan ketua LKPP ini berjanji jika kasus E-KTP akan tuntas dan menjadi fokus kerja KPK selain dari kasus - kasus yang lainnya.
"Kasus E-KTP adalah hutang KPK yang akan diselesaikan dan kini dalam proses pengungkapan," ujarnya.
Perlu diketahui, KPK sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Irman dan Sugiharto disangkakan pasal ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp2 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.