Selasa 22 Nov 2016 05:30 WIB

KPK Siap Awasi Dana Parpol

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Laode Muhammad Syarif mengungkap hasil kajian KPK soal perlunya negara meningkatkan pembiayaan kepada partai politik. Hal ini lantaran sejumlah persoalan dalam parpol, yang tidak sedikit diantaranya kasus tindak pidana korupsi oleh anggota Parpol.

Menurut Syarif, ditingkatkannya pembiayaan negara kepada partai politik justru dapat membantu perbaikan sistem tata kelola keuangan Parpol. "Ketika APBN masuk ke keuangan Parpol pasti ada audit disitu, jadi Parpol harus siapkan diri untuk persiapkan tata kelola anggaran belanjanya," katanya, Senin (21/11).

Ia mengatakan, pengawasan menjadi hal yang tentu tidak luput dalam kajian KPK terkait pembiayaan negara kepada Parpol. Karenanya, sejumlah aturan juga direkomendasikan KPK bersamaan dengan rekomendasi peningkatan biaya negara kepada Parpol. Selain itu, KPK juga pasti akan menindak jika dalam implementasinya ada penyelewengan oleh Parpol

"Kalau seandainya ditemukan kesalahan, KPK akan bekerja sebagaimana biasanya," kata Syarif.

 

Diketahui, dalam hasil kajiannya KPK mengusulkan agar Pemerintah membiayai 50 persen pendanaan keuangan partai politik. Nilai itu, dianggap relevan untuk pendanaan Parpol di Indonesia.

"Kajian kita agar pembiayaan Parpol oleh parpol 50 persen, negara 50 persen, karena sekarang kan negara itu 0,01 persen, Parpol 99,9 persen, itu yang mau digeser," ujar Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan.

Ia mengumumkan hasil hitungan kajian KPK untuk pembiayaan riil 10 Parpol di Indonesia yang menemukan angka pembiayaan Rp9,3 triliun. Angka tersebut terdiri dari komponen besar yakni 25 persen untuk penyelenggaraan organisasi, dan 75 persen untuk pendidikan politik.

Dengan perkiraan Rp2,6 triliun untuk di pusat, Rp2,5 triliun untuk di provinsi dan tingkat kabupaten mencapai Rp4,1 triliun. "Dari Rp 9,3 triliun ini partai menanggung setengahnya Rp 4,7 triliun dan negara menanggung setengahnya Rp4,7 triliun kira-kira," ucapnya.

Pahala mengatakan, KPK menilai peningkatan pembiayaan parpol oleh negara sangat relevan saat ini, guna memperkuat parpol. Ia membandingkan pembiayaan negara kepada parpol saat ini dengan era sebelumnya yang justru semakin menurun, padahal APBN negara semakin meningkat.

"Tahun 1999 itu jumlah bantuan negara ke parpol Rp105 miliar, nah sekarang turun jadi hanya Rp13 miliar, kalau dilihat APBNnya dulu Rp200 triliun, sekarang sudah 10 kali lipat, ini ada paradoks, naik berkali lipat, tapi alokasi anggaran ke Parpol malah turun dari Rp105 miliar ke 13 miliar," ujarnya.

Karenanya, melalui kajian yang juga dilakukan bersama Parpol ini, KPK merekomendasikan peningkatan pembiayaan negara kepada Parpol. Terlebih, pembiayaan 50 persen oleh negara kepada Parpol juga tidak dilakukan secara sekaligus, dimana kajian KPK menghitung agar pembiayaan ini dilakukan dalam waktu 10 tahun. Menurutnya, perhitungan pembiayaan disesuaikan dengan kinerja partai itu sendiri.

"Mulai dari lima persen sampe naik ke 50 persen tergantung kinerja partai, pertanggungjawaban partai, disitu kita lihat, kalau komponen etik dan tranparansi rekrutmen dan pertanggungjawabannya atau kaderisasi membaik maka itu negara sampai ke 50 persen," katanya.

Selain itu, pertimbangan pembiayaan 50 persen oleh negara juga dengan melihat kemampuan parpol mengumpulkan iuran anggota parpol untuk memenuhi nilai 50 persen lainnnya. Kalau partai berhasil kata Pahala, negara akan membiayai senilai yang bisa dikumpulkan tersebut.

"Kita sampaikan ini paling cepet bisa lewat revisi PP 5 tahun 2009 itu yang Rp108 per suara, yang kalau itungan ini akan jadi Rp10.500 per suara, atau kedua lebih solid masuk ke revisi UU parpol," ucapnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement