REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum UI Andri W Kusuma menilai, respons aparat terkait rencana aksi damai pada 2 Desember yang kemungkinan makar sangat prematur. Andri mengatakan negara tengah panik meredam rencana aksi itu.
Sebelumnya, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) berencana menggelar aksi pada 2 Desember. Aksi ini menuntut tersangka dugaan kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama ditahan. Namun, Polri dan TNI menengarai rencana aksi tersebut justru ditunggangi oleh sekelompok orang yang ingin makar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
'Negara panik dalam menghadapi aksi 2 Desember. Buktinya pernyataan yang dilontarkan Kapolri maupun Panglima TNI bahwa aksi itu diduga akan ditunggangi pihak-pihak tertentu, kemungkinan makar, dan sampai melarang aksi tersebut. Apalagi Kapolri terpaksa harus road show ke beberapa pihak dan lain-lain,'' kata Andri, Senin (21/11).
Seharusnya, kata Andri, sebagai negara besar, aparat negara baik Polri maupun TNI harus siap setiap saat dalam menghadapi dan mengantisipasi segala aksi yang kemungkinan terjadi. Mereka harus siap menghadapi baik itu aksi damai, maupun bertentangan dengan hukum dan konstitusi.
Andri menduga, kepanikan dan kegamangan ini disebabkan tidak diberdayakan peran Badan Intelijen Negara (BIN) secara maksimal. Implementasi peran BIN dinilainya harus maksimal karena sangat penting. BIN seharusnya tidak hanya bergerak masalah terorisme, tapi masalah bangsa secara keseluruhan.