REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumulo, mengingatkan kepada masyarakat agar santun ketika berunjuk rasa dalam menyampaikan aspirasinya terkait kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Kasus penistaan agama, menurut Tjahjo Kumolo, menjadi pelajaran bagi semua pihak.
"Kalau urusan penistaan agama, itu menjadi pelajaran bagi saya dan juga kita semua. Setidaknya, jangan urusi rumah tangga orang lain,'' kata Tjahjo di Samarinda, Kalimantan Timur, Ahad (20/11).
''Kita sesama Muslim bisa berdebat mengenai tafsir, yang agama kristen Katolik juga silakan berdebat kitab sucinya,'' katanya. ''Yang Hindu juga silakan berdebat dengan kitab sucinya masing-masing. Semua bebas.''
Soal kasus penistaan agama, tambahnya, polisi pasti sudah memiliki bukti awal ketika memutuskan Ahok sebagai tersangka. ''Calon gubernur DKI Jakarta menjadi tersangka berarti sudah ada bukti awal, bagaimana fatwa MUI, bagaimana keinginan umat Islam sehingga biar itu diproses secara hukum,'' katanya.
Jadi, kalau mau demo, boleh-boleh saja karena itu sah dan merupakan hak asasi. Tetapi, katanya, masyarakat diminta menyampaikan aspirasi dengan baik dan santun. 'Yang penting kan aspirasinya itu sudah didegarkan oleh Presiden Joko Widodo,'' ucapnya.
Ia menyatakan Presiden Joko Widodo mendengar aspirasi masyarakat terkait dugaan pensitaan agama yang dilakukan Ahok. "Pak presiden mendengar aspirasi masyarakat terkait penistaan agama. Sebagai tindak lanjutnya, Polri telah menetapkannya sebagai tersangka dan tinggal proses hukum yang menentukan nanti melalui persidangan," ujar Tjahjo.
Status tersangka Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama, menurut Mendagri, tidak serta-merta membatalkan kepesertaannya pada pemilihan kepala daerah DKI Jakarta. "Kecuali, sampai ada putusan hukum tetap dan itu nanti akan diputuskan melalui pengadilan," jelas Tjahjo.