Ahad 20 Nov 2016 13:38 WIB

500 Ribu Warga DKI Terancam Kehilangan Hak Pilih

Rep: Ahmad Islamy Jamil‬/ Red: Nur Aini
 Petugas menunjukan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) di Kelurahan Karang Anyar, Jakarta Pusat, Rabu (19/10).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas menunjukan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) di Kelurahan Karang Anyar, Jakarta Pusat, Rabu (19/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi DKI Jakarta memperkirakan adanya ratusan ribu pemilih di Ibu Kota yang sampai saat ini belum memiliki Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el). Karenanya, lembaga itu mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Provinsi DKI Jakarta untuk segera menyelesaikan persoalan tersebut agar tidak menimbulkan konflik di kemudian hari.

Komisioner Bawaslu DKI, Achmad Fachrudin mengatakan, di Jakarta saat ini terdapat 504.610 pemilih yang belum mempunyai KTP-el. Angka tersebut mencapai 7,07 persen dari total penduduk yang masuk dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) DKI per 3 November lalu, yakni sebanyak 7.132.856 pemilih.

"Ratusan ribu pemilih non-KTP-el itu terancam kehilangan hak pilihnya jika sampai 4 Desember nanti status dan identitas kependudukan mereka belum juga memperoleh kejelasan dari instansi pemerintah terkait," ujar Fachrudin kepada Republika.co.id, Ahad (20/11).

Untuk itu, Fachrudin meminta KPU dan Disdukcapil DKI Jakarta untuk segera menuntaskan masalah tersebut agar nantinya tidak menjadi sumber konflik, baik sebelum maupun sesudah Pilkada DKI 2017. Berdasarkan hasil pencermatan Bawaslu DKI, kata dia, ratusan ribu pemilih non-KTP-el tersebut terbagi menjadi empat kelompok. Pertama adalah pemilih pemula yang pada Pilkada 2017 berusia 17 tahun atau baru mempunyai hak pilih.

Kelompok kedua adalah penduduk yang secara de jure memiliki KTP DKI, tetapi secara de facto tidak berdomisili di Jakarta. Selanjutnya, ada pula penduduk yang belum memiliki KTP-el, tapi saat ini sedang melakukan perekaman data di Disdukcapil DKI. Menurut Fachrudin, jumlah warga yang masuk dalam kelompok ketiga ini sekitar 140 ribu orang, dari total wajib KTP-el di DKI yang mencapai 7.162.212 jiwa.

Sementara, kelompok keempat adalah pemilih yang tidak ber-KTP DKI, tetapi bertempat tinggal di Ibu Kota, dan pada saat Pilpres (Pemilihan Presiden) 2014 lalu mereka juga menggunakan hak pilihnya di Jakarta. "Pemilih Pilpres yang tidak ber-KTP DKI ini ditengarai terjaring saat proses coklit (pencocokan dan penelitian) oleh petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) pada 2014, sehingga nama mereka pun masuk dalam DPS DKI dan dikategorikan sebagai pemilih non-KTP-el," tuturnya.

Fachrudin berpendapat, tidak mudah bagi Disdukcapil DKI untuk memverifikasi dan memvalidasi pemilih non-KTP-el yang jumlahnya mencapai 504.610 jiwa tersebut. Apalagi, kemampuan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam memproses uji ketunggalan data penduduk juga terbilang sangat minim, yakni hanya sekira 500 orang per hari.

"Belum lagi Kemendagri kini tengah dirundung masalah akibat kegagalan mereka melakukan pelelangan blanko KTP-el. Situasi ini semakin menambah kompleksitas masalah," ucap Fachrudin.

Karena itu, dia mengimbau partai politik, cagub/cawagub, dan tim kampanye para kandidat untuk terus mendorong masyarakat agar proaktif mengecek status kepemilihan mereka melalui website resmi KPU, yaitu pilkada2017.kpu.go.id/pemilih. "Kami berharap masyarakat juga tidak apatis memperjuangkan hak pilih mereka. Mumpung masih cukup waktu untuk memberikan tanggapan, masukan, dan perbaikan DPS," kata Fachrudin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement