Sabtu 19 Nov 2016 14:30 WIB

Ahok Dianjurkan Perbaiki Gaya Komunikasi

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Yudha Manggala P Putra
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Foto: Antara
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi Sosial dan Politik (Puspol) Indonesia, Ubedilah Badrun menilai tinggal dua bulan waktu tersisa untuk calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk memperbaiki pola komunikasinya. Hal ini berkaitan dengan elektabilitas Ahok menurut sejumlah survei terus menurun dalam beberapa waktu terakhir.

"Saya kira Ahok dalam dua bulan ini harus membangun komunikasi yang konstruktif, bagaimana komunikasi yang dibangun rasional, gaya komunikasi itu jauh lebih baik ketimbang Ahok mengeluarkan pernyataan yang sensitif," ujar Ubedilah dalam diskusi polemik akhir pekan bertajuk 'Ahok Effect' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (19/11).

Menurutnya, Ahok harus memahami pemetaan sosial masyarakat Jakarta yang berasal berbagai jenis suku dan agama. Tentu gaya komunikasi yang dikedepankan juga harus mencakup semua aspirasi masyarakat Jakarta. Ia mengatakan, dalam kasus dugaan penistaan agama yang kini menjerat Ahok terjadi karena Ahok tidak mampu mengendalikan gaya komunikasi ke publik.

"Penting orang diterima di Jakarta itu dengan melakukan social mapping, misalnya Pak Jokowi mampu memberi dahaga masyarakat Jakarta, karena itu yang membuat Jokowi menang. Pak Ahok juga harus sadar. Apa yang ia ungkapkan itu akan memberikan efek," katanya.

Tim sukses dan relawan Ahokers, Ivan Hoe Semen mengatakan tentunya kasus dugaan penistaan menjadi pelajaran Ahok dan Tim sukses Ahok-Djarot ke depannya dalam berkomunikasi. Ia pun mengungkap, tim telah menyarankan Ahok untuk mengendalikan pernyatannya ke publik.

"Tentu kamu beri saran ke Pak Ahok hati-hati, saat ini juga Pak Ahok sudah berusaha memperbaiki pola komunikasinya," kata Ivan.

Namun demikian, ia menilai ada kemungkinan Ahok mungkin tidak pernah berniat untuk menyinggung. Namun memang pernyatannya dilontarkan dalam konteks yang tidak tepat. "Mungkin terkait dengan konteksnya tepat dan tidak tepat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement