REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menolak anggapan bahwa pemerintah terlambat menemui para ulama pascaterjadinya demonstrasi terkait penistaan agama. Menurut dia, sebelum demonstrasi terjadi, pemerintah telah terlebih dahulu menemui para ulama termasuk dari kalangan NU, Muhammadiyah, serta majelis ulama.
"Minggu sebelumnya kan majelis ulama, NU, Muhammadiyah, semua kan diundang. Tidak juga kalau dari sisi itu. Saya tidak tahu juga apa yang dimaksud karena semua tokoh-tokoh umat kan diundang ke istana," kata JK di Hotel Shangrila, Jakarta, Selasa (8/11).
Menurut dia, pemerintah sudah mengetahui akan dilakukan aksi demonstrasi besar-besaran pada Jumat lalu. Karena itu, pemerintah telah mengantisipasinya dengan bertemu para ulama terlebih dahulu. "Ya tidak bisa juga dibilang telat, karena sudah diketahui tanggal 4 itu ada demo besar-besaran, jadi sebenarnya situasi yang memang kita sudah tahu itu, semua sudah tahu itu karena memang terbuka juga kan," kata dia.
Presiden menemui ulama dari NU dan Muhammadiyah pascademonstrasi yang dilakukan pada Jumat 4 November kemarin. Kendati demikan, langkah Jokowi tersebut justru dinilai terlambat. Jokowi menanggapi kritikan tersebut dengan santai. Dalam pernyataannya, Jokowi menyampaikan kritikan tersebut akan dianggap sebagai masukan yang membangun.
"Saya kira itu sebuah masukan yang bagus. Yang belum baik akan kita perbaiki, yang belum bagus akan kita benahi. Saya manusia biasa yang penuh dengan kesalahan, penuh dengan kekurangan," ujarnya, di kantor pusat PP Muhammadiyah, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa (8/11).
Sebelumnya Ketua Umum Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj menilai Jokowi lamban dalam menjalin komunikasi dengan para ulama. Usai menerima kunjungan Jokowi di kantornya pada Senin (7/11) lalu, Said pun menyatakan kekecewaannya atas sikap pemerintah. "Menyayangkan kelambanan pemerintah dalam melakukan komunikasi politik dengan rakyatnya," ucap Said. Kritik dari petinggi NU tersebut terkait aksi demo 4 November di mana ribuan massa berunjuk rasa menuntut penegakan hukum atas kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama.