REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi relawan pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai aksi unjuk rasa terkait kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 4 November mendatang sah-sah saja dilakukan. Namun tidak tepat jika Presiden Jokowi diseret-seret dalam kasus Ahok.
"Dalam negara demokrasi tidak ada larangan bagi tiap warga negara untuk melakukan demontrasi, karena itu adalah bagian dari bentuk aspirasi," ujar Kordinator Pusat Informasi Relawan Jokowi Panel Barus dalam keterangan tertulisnya.
Panel melanjutkan massa boleh saja mendesak penegak hukum untuk menangkap dan memenjarakan Ahok, namun tidak sepantasnya aksi demonstrasi ini menyeret nama Presiden Jokowi di dalamnya. "Sungguh tidak relevan mengaitkan wewenang Jokowi sebagai Presiden serta menyeretnya masuk kedalam issue penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Ahok," katanya.
Ia mengatakan publik harus bisa membedakan mana yang menjadi wewenang presiden dan mana yang bukan. Terkait pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diduga bentuk penistaan agama, harusnya menjadi wewenang penyelidikan Kepolisian bukan di Presiden.
"Di Indonesia ada 34 Provinsi, yang artinya total ada 34 Gubernur di seluruh Indonesia. Jika setiap pernyataan Gubernur memantul ke Presiden, maka kapan Presiden memiliki waktu yang cukup untuk memikirkan 250 juta rakyat lainnya," jelasnya.
Panel mengungkapkan, ia bersama relawan lainnya yakin presiden tunduk kepada konstitusi dan tidak akan mengintervensi proses penegakan hukum kasus tersebut.
"Presiden sendiri telah menyerahkan sepenuhnya proses penyidikan kepada Kepolisian, sehingga sudah tidak ada alasan untuk menjadikan Jokowi sebagai sasaran dalam aksi demonstrasi yang dilakukan pada tanggal 4 November nanti, kami sebagai pendukung Jokowi akan terus mendukung penuh Presiden untuk mewujudkan Nawacita dan Trisakti," ungkapnya.