REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Bulang Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Ahok secara pribadi tidak ada apa-apanya. Dia curiga, ada kekuatan besar di belakang Ahok, yang memaksa umat Islam melakukan tekanan untuk mendapatkan keadilan.
"Ada kekuatan besar di balik Ahok, yang tidak bisa ditembus dengan imbauan dan permintaan, melainkan melalui unjuk rasa besar-besaran, dengan segala risiko yang mungkin terjadi," kata Yusril.
Demo 4 November adalah demo umat Islam yang menuntut keadilan, agar pemerintah memproses hukum Ahok yang telah menistakan Alquran, surah Al Maidah ayat 51. Sudah lebih satu bulan kasus Ahok bergulir, namun aparat penegak hukum belum menaikkan status kasus Ahok menjadi penyidikan.
Kepada Republika.co.id, Selasa (1/11), lewat keterangan tertulisnya Yusril menyampaikan, demo besar 4 November tidak bisa dihindari lagi. Mengingat demo adalah hak setiap orang, sepanjang dilaksanakan sesuai dengan ketetuan perundang-undangan yang berlaku.
"Saya mengajak, marilah kita sama-sama menjaga demo ini agar tidak berubah menjadi kerusuhan dan tindak kekerasan yang pasti akan merugikan kepentingan bangsa kita seluruhnya," kata Yusril yang didaulat sebagai salah seorang pimpinan dalam aksi sejuta umat itu.
Kepada aparat keamanan, Yusril mengingatkan, agar bersikap ekstra hati-hati. Jangan sampai sebutnya, ada korban tertembak dalam demo nanti. Dia menggambarkan, peristiwa 1966 dan 1998 terjadi karena adanya pengunjuk rasa yang tertembak dan terluka.
Yusril menyebutkan, demo 4 November sebenarnya tidak perlu ada jika negara menegakkan hukum dengan keadilan dan kepastian. Rencana demo dipicu oleh ucapan Gubernur DKI yang dianggap umat Islam dan dikuatkan MUI sebagai penistaan terhadap Islam.
Karena aparat penegak hukum kurang sigap, sebut Yusril, bahkan dianggap cenderung melindungi Ahok, maka timbullah tekanan agar Ahok segera diperiksa dan ditangkap. Tapi yang terjadi, Ahok malah datang ke Bareskrim bukan karena dipanggil untuk diperiksa, tetapi atas inisiatifnya sendiri untuk memberi klarifikasi. "Inisiatif seperti itu tak dikenal dalam hukum acara," katanya.
Yusril mengatakan, Ahok memang sudah minta maaf. Tapi dengan gaya bahasa Ahok yang khas, permohonan maafnya dinilai kurang tulus. Ahok tidak merasa bersalah, apalagi menyesal atas ucapannya.
Seperti dikatakannya jelas Yusril, Ahok minta maaf karena ucapannya menimbulkan kegaduhan, bukan mengaku salah dan menyesal atas ucapannya. "Permintaan maaf seperti itu tidak meredakan kejengkelan. Eskalasi kejengkelan malah makin besar," kata Yusril.
Diakuinya, demo besar 4 November, akan membuang banyak tenaga, waktu dan biaya. Hal itu dilakukan, karena umat Islam seperti telah kehilangan kekuatan politik yang efektif untuk mendesakkan tuntutan, kecuali dengan unjuk rasa.
Energi akan terbuang begitu besar, kata Yusril, hanya karena menuntut agar Ahok diperiksa, ditangkap dan diadili. Jika saja Presiden menggunakan kewibawaan yang ada pada dirinya sebut Yusril, Presiden pasti mengemukakan komitmen untuk menuntaskan masalah hukum terkait dengan dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok.
"Tentu Presiden dapat mempertimbangkan secara bijak untuk mencegah agar pemeriksaan Ahok tidak dimanfaatkan untuk menguntungkan dua pasang pesaingnya dalam Pilkada. Pilkada tetap harus dilaksanakan secara jujur dan adil bagi semua kontestan," katanya.