Selasa 18 Oct 2016 18:06 WIB

KLHK Upayakan Pindahkan Perkampungan Leuser ke Wilayah Lain

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Dwi Murdaningsih
Salah satu sudut Taman Nasional Gunung Leuser, di Provinsi Sumatera Utara.
Foto: http://www.wisatanesia.com
Salah satu sudut Taman Nasional Gunung Leuser, di Provinsi Sumatera Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perambahan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) oleh warga menjadi perkebunan telah mengakibatkan adanya bencana banjir di Langkat. Untuk itu Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK Istanto akan mencoba melakukan penyelesaian melalui jalur persuasif dengan memindahkan warga di dalam TNGL ke tempat lain di pulau Sumatra.

Sebelumnya, mereka direncanakan akan dipindahkan ke Sarolangun Provinsi Jambi namun pemerintah daerah setempat menolak menerima warga tersebut. Sedangkan koordinasi terakhir dengan Kementerian Politik Hukum dan HAM masi menemukan jalan buntu. "Kemarin kita terakhir diskusi dengan Menkopolhukam tapi belum ada putusan," katanya, Selasa (18/10).

Kasus perambahan hutan di TNGL diakuinya cukup berat karena sudah ada tiga ribu kepala keluarga yang mendiami hutan tersebut. Mereka yang merupakan pengungsi asal Aceh telah membuka lahan untuk dijadikan perkebunan dan perkampungan di dalam TNGL.

Menurut Istanto, ada cara selain memindahkan ribuan penduduk di TNGL yakni dengan membiarkannya tetap tinggal di wilayah tersebut. Namun dengan adanya batasan. "Solusi telah dibahas dari 2012 tapi belum sepakat juga," kata dia.

Hingga saat ini wilayah TNGL terus berkurang. Pada SK Menteri Kehutanan No 276/-Kpts-II/1997, luas kawasan TNGL di Aceh dan Sumut mencapai 1.094.692 hektare. Terjadi perubahan bentuk dan luas TNGL pada SK Menteri Kehutanan No 6589/Menhut-VII/KUH/-2014 yang diterbitkan pada 2014 yakni 838.872 hektare.

"Sebagian besar dirambah menjadi kebun sawit. Perbatasan Leuser sudah jadi kebun sawit dikuasai masyarakat dan perusahaan," kata Istanto.

KLHK sebenarnya bisa membiarkan penduduk tetap bertahan dengan membuka hutan kemasyarakatan. Namun hutan kemasyarakatan melakukan penanaman campur sari, bukan sawit. Sementara diakui Istanto, penduduk tidak igin mengubah kebun sawit yang ditanamnya dengan tanaman lain.

Terkait kasus perambahan TNGL, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani atau yang akrab disapa Roy mengatakan pihaknya akan fokus menyelesaikan TNGL tahun depan. "Kita akan intensifkan tahun depan," kata dia saat ditemui di ruangannya.

Selain itu, ia mengatakan perlu segera menangkap otak pelaku bernama Yatno yang hingga saat ini masih hidup bebas, meski berkas sudah P21. Yatno yang memiliki kebun paling luas di TNGL merupakan provokator dan telah ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement