Jumat 14 Oct 2016 09:24 WIB

Anak Korban Kekerasan Harus Tetap Mendapat Pendidikan

Kekerasan pada anak (ilustrasi).
Foto: wikipedia
Kekerasan pada anak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Ketua Pokja Data dan Informasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kalbar, Alik R Rosyad menyatakan, anak-anak yang menjadi korban kekerasan tetap harus mendapat pendidikan yang layak demi masa depan mereka.

"Karena dalam beberapa tahun terakhir tidak sedikit kasus anak yang sampai hamil karena kekerasan seksual, atau anak yang menjadi tersangka dalam kasus hukum. Biasanya pihak sekolah mengeluarkan anak tersebut dari sekolahnya, dan lain sebagainya," kata Alik R Rosyad di Pontianak, Jumat (14/10).

Ia menjelaskan, hal itulah yang membuat anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan bermasalah dengan hukum perlu di advokasi dan pendampingan agar hal tersebut tidak terjadi. "Sudahlah mereka menjadi korban, lalu menjadi korban kedua kalinya karena harus dikeluarkan dari sekolah. Jangan sampai hak anak untuk mendapatkan pendidikan menjadi terabaikan atau mungkin hilang sama sekali karena kasus seperti itu," ungkapnya.

Hal itulah, menurut dia, yang perlu disampaikan kepada institusi pendidikan bahwa bagaimana pun semua harus bertanggungjawab, bahwa anak yang menjadi korban kekerasan atau karena kasus hukum, jangan sampai dikeluarkan oleh pihak sekolah.

Alik menambahkan, pada dasarnya ketika anak menjadi pelaku dia juga adalah korban, misalnya pola pengasuhan yang tidak tepat, korban dari lingkungan yang tidak baik, korban dari kebijakan pemerintah yang kurang ramah anak, ada banyak aspek lainnya.

"Namun demikian dengan diterbitkannya Perda Perlindungan Anak No. 4/2015 dalam salah satu pasal itu, sudah menjadi hak anak tetap mendapatkan mendapatkan pendidikan, mudah mudahan ini harus dipahami semua pihak," ujarnya.

KPAID Kalbar mencatat hingga September 2016, sebanyak 80 pengaduan terkait kasus kekerasan pada anak yang tersebar di Kalbar. Secara keseluruhan kasus aduan tersebut, yakni yang paling dominan adalah kasus hak kuasa asuh dan penelantaran serta kejahatan seksual terhadap anak.

Kasus aduan kekerasan terhadap anak cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya, yakni tahun 2013 sebanyak 56 kasus aduan, kemudian tahun 2014 sebanyak 83 kasus aduan, dan tahun 2015 sebanyak 106 kasus pengaduan.

"Peningkatan tersebut disebabkan oleh dua kemungkinan, yakni karena memang secara kuantitas kasusnya bertambah, tetapi bisa jadi juga karena secara kuantitas kasus tetap, tapi munculnya kesadaran masyarakat terhadap terhadap kasus-kasus seperti ini yang dulu mungkin dianggap sesuatu yang tabu," ujar Alik.

Dari total pengaduan yang diterima pihaknya, sebesar 75 persen bersumber dari laporan masyarakat Kota Pontianak, sisanya baru dari daerah lainnya, katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement