Rabu 12 Oct 2016 14:58 WIB

Ahok Lanjut Bahas Raperda Reklamasi, Ini Kata Pakar Hukum

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Bilal Ramadhan
  Suasana Pulau G hasil reklamasi di Teluk Jakarta, Jumat (23/9).
Foto: Republika/ Yogi Ardhi
Suasana Pulau G hasil reklamasi di Teluk Jakarta, Jumat (23/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berencana melanjutkan pembahasan dua rancangan peraturan daerah (raperda) terkait reklamasi Teluk Jakarta dengan DPRD. Namun, langkah tersebut dinilai tidak akan menghapus pelanggaran yang dilakukan Ahok ketika menerbitkan izin reklamasi kepada sejumlah pengembang sebelumnya.

“Sesuai prosedur, dua raperda itu harus disahkan terlebih dahulu sebelum izin reklamasi diterbitkan oleh gubernur. Kalau urutannya tidak demikian, (izin reklamasi yang sudah dikeluarkan Ahok) itu sudah pasti cacat hukum,” ujar pakar hukum administrasi negara dari Universitas Indonesia, Ima Mayasari kepada Republika.co.id, Rabu (12/10).

Dia menuturkan, salah satu yang menjadi pelanggaran dalam substansi penerbitan izin reklamasi Teluk Jakarta oleh Ahok adalah tidak adanya Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Perda RZWP3K).

Selain itu, Ahok juga melakukan kesalahan fatal karena tidak mencantumkan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai dasar pijakannya dalam menerbitkan izin tersebut.

Oleh karena itu, kata Ima, semua izin reklamasi yang sudah dikeluarkan Ahok sudah dipastikan cacat hukum, sehingga harus dibatalkan. “Tidak hanya izin reklamasi Pulau G, tapi izin untuk Pulau F,I, dan K juga harus dicabut, karena semuanya bermasalah. Kesalahannya sangat fatal!” tuturnya.

Dia menjelaskan, dalam UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah ditegaskan bahwa syarat sah keputusan yang diambil oleh pejabat pemerintah ada tiga, yaitu wewenang, prosedur, dan substansi.

Untuk memenuhi ketiga syarat tersebut, kata Ima, pejabat harus mendasarkan keputusannya itu kepada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).

“Sementara, dalam kasus penerbitan izin reklamasi Pulau G, F, I, dan K, undang-undangnya saja tidak dijadikan sebagai dasar hukum. Sudah pasti wewenang, prosedur, dan substansinya juga dilanggar oleh gubernur,” ucap Ima.

Jika pemerintah serius ingin mengevaluasi proyek reklamasi Teluk Jakarta, kata dia, semua izin yang sudah dikeluarkan Ahok harus ditarik atau dicabut terlebih dulu. Di samping itu, penyusunan raperda reklamasi juga mesti melibatkan masyarakat, khususnya para nelayan yang terdampak langsung oleh kebijakan tersebut.

“Jika hanya eksekutif dan legislatifnya saja yang dilibatkan dalam penyusunan raperda itu, tanpa ada partisipasi dari masyarakat, tetap saja yang dirugikan adalah rakyat banyak,” katanya.

Gubernur Basuki Tjahaja Purnama sebelumnya berkirim surat kepada Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta yang isinya menyangkut pembahasan dua raperda reklamasi. Dalam surat bertanggal 3 Oktober 2016 itu, Basuki meminta agar Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Perda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKS Pantura Jakarta) segera disahkan dalam rapat paripurna DPRD.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement