Sabtu 01 Oct 2016 16:13 WIB

Mencicipi Manisnya Harga Kakao di Gunung Kidul

Rep: Musiron/ Red: Karta Raharja Ucu
Dirjen Pembangunan Kawasan Pedesaan (PKP) Johozua M. Yoltuwu saat meninjau perkebunan kakao milik petani di Gambiran, Bunder, Patuk, Gunung Kidul, Yogyakarta, Sabtu (1/10).
Foto: Musiron/ Republika
Dirjen Pembangunan Kawasan Pedesaan (PKP) Johozua M. Yoltuwu saat meninjau perkebunan kakao milik petani di Gambiran, Bunder, Patuk, Gunung Kidul, Yogyakarta, Sabtu (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sejak berdiri dan dikelolanya sarana pascapanen, harga kakao di Desa Bunder Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, naik dua kali lipat dari Rp 12 ribu menjadi Rp 30 ribu per kilogram. Kini, petani mulai merasakan manisnya menanam kakao.

Dirjen Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP) Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Johozua Markus Yoltuwu mengatakan, hasil pengelolaan produk unggulan kakao tersebut dapat menjadi salah satu ikon Kabupaten Gunung Kidul. Untuk itu, dibutuhkan merek dagang dan lokus pusat pengolahan yang dapat dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bersama.

 

"BUMDes bersama bisa difasilitasi oleh camat. Misallnya.nama produknya cokelat Gunkid (Gunung Kidul), buatkan brand-nya lebih mudah masuk ke pasar seperti di mal-mal," kata dia menerangkan, Sabtu (1/10).

 

Terkait pemasaran lanjutnya, juga bisa diberdayakan melalui desa online. Menurutnya melalui e-commerce, komunikasi penjualan produk akan dipermudah, dan harga produk akan lebih mudah dikendalikan.

 

"Pertama hilirisasi produk, dan teknologi melalui e-pasar dan desa online. Dengan begitu tidak akan ada tengkulak yang mengombang ambingkan harga, yang memborong habis produk desa tanpa kontrol,"ujar dia.

 

Di sisi lain, Suratman, Wakil Rektor UGM mengatakan, selain menggalakkan program one village one product, di bawah binaan UGM Desa Bunder juga digalakkan melalui program one person one product. Artinya, dalam satu kepala keluarga dipastikan untuk memiliki satu mata pencarian, sehingga tidak ada yang menjadi pengangguran.

 

"Kita memang tengah fokus untuk satu desa satu produk. Ada UMKM, ada koperasi, beberapa perguruan tinggi, dan BNI mengeroyok. Peran perguruan tinggi, adalah melakukan riset agar teknologi lebih maju. Misalnya pemipilan kakao, yang masih dilakukan manual, mungkin bisa.menggunakan teknologi agar proses menjadi lebih cepat," ujarnya.

 

Untuk diketahui Desa Bunder adalah salah satu desa yang tengah disiapkan untuk menjadi salah satu model desa kakao. Melalui sarana pascapanen, cokelat petani dibeli sarana pascapanen yang dikelola kelompok tani Sarimulyo. Kemudian kakao tersebut diproduksi menjadi aneka produk, yakni Patilo cokelat, kacang cokelat, kacang mete cokelat, dark cokelat (cokelat asli). Produk ini pun telah mampu menembus pasar hingga kota besar seperti Jakarta dan bali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement