Rabu 28 Sep 2016 14:39 WIB

DPD: Warga Bukit Duri Taat Hukum, Kok Digusur

 Seorang warga menangis saat penggusuran di pemukiman proyek normalisasi Sungai Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta, Rabu (28/9)
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Seorang warga menangis saat penggusuran di pemukiman proyek normalisasi Sungai Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta, Rabu (28/9)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD RI dari Jakarta Fahira Idris mempertanyakan tindakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggusur rumah warga di Bukit Duri, Jakarta Selatan, Rabu (28/9). 

Fahira menyesalkan penggusuran ini sebab selain masih berproses di pengadilan, warga Bukit Duri pernah dijanjikan tidak akan digusur, tetapi ditata dengan membangun kampung susun manusiawi Bukit Duri. 

Anggota Komite III DPR RI ini mengatakan, pengadilan sudah tegas menerima class action warga yang meminta Pemprov tidak melanjutkan pembangunan normalisasi Kali Ciliwung selama sidang berlangsung. 

“Warga Bukit Duri itu taat hukum. Kenapa diperlakukan seperti ini? Mereka menolak dengan cara-cara damai salah satunya lewat jalur hukum. Harusnya upaya dan sikap mereka dihargai,” ujar Fahira dalam keterangan tertulis, Rabu (28/9).

Fahira mengungkapkan, seharusnya Pemprov DKI menunggu putusan pengadilan atau memakai pendekatan persuasif dan berdialog dengan warga. Warga Bukit Duri, tambah Fahira, berhak menuntut penuntasan janji bahwa permukiman mereka akan dijadikan kampung susun manusiawi, bukan diratakan dan disuruh pindah ke rusun yang jaraknya jauh dari lokasi mereka semula.

Menurut Fahira, Pemprov DKI Jakarta tidak bisa mengklaim penggusuran yang mereka lakukan di Bukit Duri demi Jakarta tidak banjir dan demi memanusiakan warga Bukit Duri yang hidup di lingkungan kumuh. 

“Itu klaim sepihak. Warga yang direlokasi ke rumah susun harus memeras otak untuk menghadapi tekanan hidup yang baru. Yang mereka robohkan bukan hanya rumah, tapi juga kehidupan,” pungkas Fahira. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement