REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di antara tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur di Pilgub DKI 2017, yang berpeluang adalah pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Namun Anies-Sandiaga memiliki tantangan untuk merebut suara para pemilih tradisional dari Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
“Memang Anies-Sandi didukung Gerindra dan PKS, namun pertanyaannya apakah Anies dan Sandiaga mampu merebut suara tradisional mereka. Karena pasti akan terjadi kebingungan politik,” kata pengamat politik dari Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC), Dimas Oky Nugroho, yang ditemui Republika.co.id, Selasa (27/9).
Pasalnya, ia menjelaskan, basis loyal pendukung Partai Gerindra adalah para pendukung Prabowo Subianto. Pertanyaannya apakah hal ini bisa tergantikan dengan sosok Anies. Apalagi Anies dulunya merupakan pendukung Joko Widodo saat di Pilpres 2014 lalu.
“Maka sejauh mana Anies yang dulu pendukung Jokowi, bisa menjelaskan kepada Gerindra dan PKS yang dulu berseberangan. Anies juga harus beradaptasi secara politik. Kalau Sandiaga mungkin relatif bisa diterima karena kader dari Gerindra,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan suara dari PKS untuk pasangan Anies-Sandi. Di Jakarta, PKS memiliki suara yang besar di antara partai Islam lainnya. PKS memiliki 11 kursi di DPRD DKI Jakarta dan rela wakilnya tidak menempati posisi cagub atau cawagub dari pasangan yang diusungnya.
Maka akan dipertanyakan lagi apakah kader PKS akan merelakan untuk memberikan suaranya kepada Anies-Sandiaga. Karena berdasarkan sosok pemimpin secara ideologis mungkin tidak terwakili di pasangan tersebut.
“Karena konstituen PKS sangat unik. Selain dari basis nasionalis dan Islam, ada basis ketiga yang akan menentukan yaitu swing voters,” jelasnya.
Menurutnya basis swing voters atau massa mengambang ini tidak hanya menjadi tantangan Anies-Sandiaga, tetapi juga untuk dua pasangan lainnya. Karena jumlah suara massa mengambang yang merupakan anak-anak muda ini selalu konsisten antara 35-36 persen.
“Di Jakarta ini tinggal memperebutkan basis nasionalis,Islam, dan ketiga bagaimana nama-nama baru yang konon populer ini mampu memperebutkan swing voters,” tegasnya.