Kamis 22 Sep 2016 04:15 WIB

KPK Dianggap Melanggar KUHAP dalam OTT Irman Gusman

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua DPD Irman Gusman (kiri) keluar dari gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan KPK seusai diperiksa penyidik terkait kasus dugaan suap kuota impor gula, Jakarta, Sabtu (17/9)
Foto: Yudhi Mahatma/Antara
Ketua DPD Irman Gusman (kiri) keluar dari gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan KPK seusai diperiksa penyidik terkait kasus dugaan suap kuota impor gula, Jakarta, Sabtu (17/9)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum dari Universitas Indonesia Andri W Kusuma mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi menjalankan praktik sesat terkait penangkapan Ketua DPD Irman Gusman. Menurut Andri, KPK terus berulang melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"KUHAP adalah benteng terakhir dan declaration of human right bagi warga negara saat berhadapan dengan negara dalam hal ini KPK dalam konteks penegakkan hukum," kata Andri, Rabu (21/9).

Ia menyebutkan, ada beberapa azas penting penegakan hukum dalam KUHAP. Antara lain, legalitas, keseimbangan, praduga tak bersalah, pembatalan penahanan, ganti rugi dan rehabilitasi.

Azas itu memberikan larangan-larangan dan batasan-batasan terhadap aparat penegak hukum termasuk KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. "Dan di sisi lain juga memberikan perlindungan terhadap warga negara baik ia tersangka maupun terdakwa," ujarnya.

Ia mengatakan, kebenaran materil hanya bisa didapatkan jika aparat penegakan hukum termasuk KPK telah menjalankan KUHAP secara konsekuen, proporsional, dan profesional. "Yang pada akhirnya akan memberikan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat yang berujung pada stabilitas hukum itu sendiri," kata dia.

Namun, lanjut dia, justru saat ini yang dilakukan KPK adalah praktik sesat dalam konteks penegakan hukum pidana yang mengangkangi KUHAP, sebagai pedoman utama yang wajib ditaati setiap penyidik dan atau proses penyelidikan dan penyidikan.

Sebelum perkara Irman Gusman, ujar dia, sebut saja kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras dan reklamasi Teluk Jakarta yang jelas-jelas sudah merugikan negara, namun saat ini diduga aktor utamanya diabaikan oleh KPK.

Belum lagi kasus suap PT Brantas Abipraya yang disebut itu sebagai operasi tangkap tangan, tapi tidak ada pihak yang disuap. "Yang terakhir tentunya kita dikagetkan dengan tindakan KPK dalam melakukan penangkapan OTT terhadap Ketua DPD Irman Gusman," katanya.

Dia menjelaskan, jika benar kesaksian Liestyana Rizal Gusman, istri Irman, maka sangat menyedihkan dan semakin terang benderang bahwa KPK dalam menjalankan kewenangannya telah melakukan praktik 'sesat'. "Karena tidak mematuhi bahkan mengangkangi KUHAP," tegasnya.

Dalam OTT itu, kata dia, penyidik telah melakukan upaya paksa antara lain penggeledahan, penangkapan dan penyitaan. Untuk itu, penyidik wajib memiliki surat perintah dan izin dari pengadilan yang jelas menerangkan melakukan penggeledahan, penangkapan dan penyitaan terhadap Irman Gusman.

Ia mengatakan, praktik 'sesat' ini tentu harus segera diakhiri karena ke depannya akan sangat berbahaya dalam penegakan hukum pidana. Karenanya, ia berpendapat revisi KUHP dan KUHAP sangatlah penting dalam proses bernegara. Selain itu, dia menyarankan Irman mengajukan praperadilan.

"Tentunya Irman Gusman harus ajukan praperadilan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement