REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) rampung dibahas. Komisi I DPR dan pemerintah dalam rapat sinkronisasi, Senin (19/9), sepakat untuk tetap memasukkan pasal pencemaran nama baik di dalamnya.
Pasal yang dinilai menjadi pasal karet untuk membungkam kritik publik di dunia maya ini hanya diturunkan ancaman pidananya dari enam tahun ke empat tahun. Hasil rapat sinkronisasi yang dilakukan tertutup ini juga menegaskan pasal pencemaran nama baik adalah delik aduan.
Menurut anggota Komisi I TB Hasanuddin, UU harus melindungi semua pihak. Kebebasan untuk mengkritik tetap dijaga. Tetapi, hak orang lain untuk terhindar dari fitnah juga harus dilindungi. Artinya, kata dia, semua pihak tetap harus menjaga etika, sopan santun dan fitnah dalam melontarkan kritik.
"Orang bebas (mengkritik) dan harus dilindungi. Tetapi orang tak bisa seenak perutnya, kebebasan ada batasnya," kata dia di gedung DPR, Senin (19/9).
"Anda bebas saja, tapi kalau sampai melakukan sesuatu pada orang lain, orang lain bebas juga melaporkan," lanjut anggota Komisi I dari Fraksi PDIP ini.
Komisi I DPR dan pemerintah selanjutnya akan melakukan rapat finalisasi untuk mendengar pendapat dari masing-masing fraksi untuk selanjutkan diputuskan dan dibawa ke paripurna DPR.
Sebelumnya pemerintah mengajukan beberapa poin untuk diubah dalam revisi ini. Pertama terkait penurunan hukuman tindak pidana pencemaran nama baik dari enam tahun dengan denda Rp 1 miliar menjadi empat tahun dengan denda Rp 700 juta.
Penjelasan dalam Pasal 27 UU ITE harus mengacu pada pasal 310 dan 311 KUHP, sehingga kategori pencemaran nama baik terukur. Pemerintah juga mengusulkan tindak pidana penghinaan melalui ITE adalah delik aduan sehingga korban yang mengadukan.
Kemudian mengubah ketentuan penggeledahan sesuai dengan hukum acara pidana. Poin selanjutnya adalah mengubah ketentuan penangkapan dan penahanan sesuai hukum acara pidana.