Senin 19 Sep 2016 12:24 WIB

Masalah Penyanderaan Pegawai KLHK Dianggap Selesai

Rep: Mabruroh/ Red: Angga Indrawan
  Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan Rasio Ridho Sani menujukkn lokasi penyekapan pada layar proyektor saat memberikan keterangan pers terkait penyanderaan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Polisi Kehutanan (Polhut)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan Rasio Ridho Sani menujukkn lokasi penyekapan pada layar proyektor saat memberikan keterangan pers terkait penyanderaan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Polisi Kehutanan (Polhut)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo mengatakan masalah penyanderaan pegawai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah usai. Warga, kata dia, juga telah meminta maaf.

"Iya masyarakat juga sudah minta maaf waktu itu. Warga juga mengatakan pada Bu Menteri kami minta maaf," ujar Guntur saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (19/9).

Menurut Guntur selepas tujuh orang pegawai KLHK dilepaskan, anggota kepolisian langsung mengajak masyarakat untuk ngobrol bersama. Sehingga kata dia kasus pun dapat menjadi terang benderang dan tidak melulu harus diselesaikan dengan cara hukum.

"Sudah selesai, sudah di mediasi. Enggak perlu dihadapkan dengan hukum, kita punya cara lain, dengan mediasi," papar Guntur.

Guntur juga menambahkan warga ini awalnya ragu ada orang dari luar yang masuk ke lahannya. Sedangkan adat di Riau kata dia biasanya ada ketua adat sehingga orang luar yang datang menghampiri ketua adat terlebih dahulu.

"Jadi mereka ragu, ini siapa sih yang masuk-masuk ini. Ini kan lahannya masyarakat wilayah, adat lah, jadi kalau adat di sini kalau ada orang baru itu datang ke ketua adat," jelas Guntur.

Sebelumnya terdapat tujuh orang pegawai KLHK yang disandera oleh masyarakat setempat. Tujuh orang tersebut terdiri dari pegawai negeri sipil dan polisi hutan. Diduga kuat masyarakat yang menyandera tersebut merupakan pekerja dari PT APSL. Alasannya karena lahan seluas 2.000 hektare yang terbakar setelah ditelusuri merupakan lahan dibawah kekuasaan PT APSL yang mana aktivitas didalamnya ilegal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement